Jakarta, 29 September 2023 - Beberapa pekan lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis prediksi musim hujan 2023/2024. Hasilnya, umumnya Indonesia memasuki musim hujan pada waktu yang tidak bersamaan dan mulai terjadi pada bulan November 2023. Musim hujan kali ini diprediksi akan mencapai puncaknya pada Januari-Februari tahun 2024 mendatang.
Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan, informasi prediksi musim hujan penting disampaikan kepada seluruh stakeholder pemerintah, masyarakat dan pengguna terkait lainnya. Tujuannya untuk mengetahui informasi iklim terkini beserta kondisi di waktu yang akan datang, menyamakan persepsi terhadap informasi iklim yang diberikan dan menyusun langkah antisipasi dari berbagai sektor agar meminimalkan potensi dampak negatif yang dapat terjadi.
"Dengan disampaikannya perkembangan iklim, khususnya prediksi musim hujan 2023-2024 kami berharap informasi tersebut dapat dijadikan acuan untuk kesiapsiagaan bagi seluruh sektor dalam melakukan mitigasi dari potensi dampak negative yang dapat ditimbulkan," kata Ardhasena dalam acara bertajuk National Climate User Forum (NCUF) Prediksi Musim Hujan (PMH) 2023/2024 yang diselenggarakan secara daring, Jumat (29/9).
Sub Koordinator Bidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG Amsari Mudzakir Setiawan berujar, berdasarkan hasil analisis BMKG, hingga akhir Agustus 2023, beberapa Zona Musim (ZOM) Indonesia sudah ada yang telah memasuki musim hujan, yaitu sebagian besar Aceh, sebagian besar Sumatera Utara, sebagian Riau, Sumatera Barat bagian tengah, dan sebagian kecil Kepulauan Riau.
Secara lebih detail diinformasikan bahwa pada bulan September 2023, terdapat sekitar 24 ZOM (3,4%) yang akan memasuki musim hujan yaitu meliputi sebagian Sumatera Barat dan Riau bagian selatan. Kemudian, pada bulan Oktober 2023, sekitar 69 ZOM (9,9%) akan memasuki musim hujan yaitu provinsi seperti Jambi, Sumatera Selatan bagian utara, Jawa Tengah bagian selatan, sebagian wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah bagian barat, dan sebagian besar Kalimantan Timur.
Pada bulan November 2023 terdapat sekitar 255 ZOM (36,5%) yang akan memasuki musim hujan yaitu meliputi Sumatera Selatan, Lampung, sebagian besar Banten, Jakarta, Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, Bali, sebagian kecil NTB, sebagian kecil NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian besar Sulawesi Selatan, Maluku Utara bagian utara, dan Papua Selatan bagian selatan.
Selanjutnya, sekitar 153 ZOM (21,9%) diperkirakan akan memasuki Musim Hujan pada bulan Desember 2023, termasuk sebagian besar Jawa Timur bagian utara, sebagian wilayah NTB, sebagian NTT, sebagian besar Sulawesi Tenggara, dan sebagian Maluku. Sementara pada bulan Januari hingga Mei 2024, sekitar 22 ZOM (3,2%) lainnya diprediksikan akan mengalami awal musim hujan. Terdapat juga sekitar 50 ZOM (7,2%) yang sudah memasuki Musim Hujan, sementara sekitar 12 ZOM (1,7%) merupakan ZOM dengan musim hujan sepanjang tahun 2023. Selain itu, ada 113 ZOM (16,1%) yang termasuk dalam tipe ZOM 1 Musim, yang memiliki karakteristik musim yang satu kali sepanjang tahun.
Dibandingkan dengan normal, awal musim hujan 2023-2024 diprakirakan mundur (lebih lambat) sebanyak 446 ZOM (64%), sama 56 ZOM (8%), dan maju (lebih cepat) 22 ZOM (3%). Sifat hujan pada priode musim hujan 2023-2024 diprakirakan normal 566 ZOM (80,9%), atas normal sebanyak 69 ZOM (9,9%), dan bawah normal 64 ZOM (9,2%).
"Puncak musim hujan 2023-2024 umumnya diprediksi akan terjadi pada bulan Januari-Febauari 2024 di 385 ZOM (55,1%) Indonesia," kata Amsari.
Lebih lanjut, puncak musim hujan 2023/2024 diprediksi akan terjadi pada waktu yang sama dengan normal pada 351 ZOM (50,2%), mundur (lebih lambat) di 203 ZOM (29,0%), dan maju (lebih cepat) di 145 ZOM (20,7%). Durasi musim hujan ini diprakirakan terjadi selama 10-24 dasarian di 430 ZOM atau 61,5% dengan karakteristik umum durasi lebih pendek (singkat) yaitu 435 ZOM (62,4%), lebih panjang 94 ZOM (13,4%), dan sama 44 ZOM (6,3%) terhadap normal durasi biasanya.
Oleh karena itu, untuk menghadapi musim hujan 2023/2024, BMKG merekomendasikan hal-hal yang perlu disiapkan bagi seluruh pihak untuk meminimalisir dampak yang akan terjadi. Pertama, BMKG mengimbau semua pihak masyarakat, K/L, Pemda, institusi terkait agar lebih siap dan antisipatif terhadap potensi terjadinya bencana hidrometeorologi selama musim hujan terutama di wilayah yang mengalami sifat musim hujan di atas normal (lebih basah di banding biasanya). Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana banjir, banjir bandang, tanah longsor.
Kedua, pemerintah daerah dimohon dapat lebih otimal dalam mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana yang mungkin terjadi selama mysim hujan serta pentingnya memperhatikan peringatan dini.
Ketiga, pemerintah daerah dan sektor terkait juga diharapkan dapat mengjadikan informasi Prediksi Musim Hujan 2023-2024 ini sebagai acuan untuk menyusun rencana Aksi Dini (Early Action) dalam rangka menekan kerugian yang dapat ditimbulkan adanya bencana hidrometeorologi.
Evaluasi Musim Kemarau
Koordinator Bidang Informasi Iklim Terapan BMKG Marjuki menjelaskan sebelum memasuki musim hujan, Indonesia saat ini sedang memasuki musim kemarau dan berdampak pada pelbagai sektor kehidupan. Dilihat dari observasi Hari Tanpa Hujan (HTH), di dasarian II September 2023, beberapa wilayah mengalami 60 HTH.
Akibatnya, memasuki periode Juni-Juli-Agustus 2023, terdapat penurunan kadar ketersediaan air tanah untuk tanaman di beberapa wilayah khususnya wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini ditengarai telah menyebabkan kerentanan air di beberapa wilayah yang menyebabkan adanya gangguan pada sektor pertanian yang terdampak langsung oleh parameter iklim seperti curah hujan dan evaporasi.
"Seiring kejadian iklim kering memberikan respon lingkungan biofisik menyebabkan dampak turunan lainnya seperti penurunan Ketersediaan Air Tanah (KAT), peningkatan kejadian hotspot, peningkatan potensi karhutla, peningkatan kasus ISPA, dan penurunan debit air pada beberapa waduk," kata Marjuki.
Pun, fenomena iklim ekstrem El Nino yang membersamai musim kemarau adalah fakta yang tidak dapat diabaikan pengaruhnya tidak hanya terbatas pada beberapa sektor namun dapat berdampak luas mulai dari aspek lingkungan kesehatan bahkan sektor pangan, energi, dan ekonomi jika terus berlanjut.
Sinergi Antisipasi
Dalam kesempatan ini, pelbagai stakeholder seperti Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Kementerian Perdagangan, dan Bank Indonesia secara bergantian memberikan pandangan betapa pentingnya informasi prediksi musim yang diberikan oleh BMKG.
Sebagai contoh, Ketua Pokja Neraca Pangan Badan Pangan Nasional Bhaskhoro Widhianto berujar bahwa prediksi musim hujan yang baru saja dirilis oleh BMKG memiliki manfaat sebagai landasan dalam menentukan kebijakan ketahanan pangan di Indonesia. Seperti memastikan 10 komoditas utama pangan tetap tersedia dalam satu tahun. Meskipun terjadi penurunan luas panen dan produksi pada bulan September-Desember 2023, namun cadangan pangan masih di level aman.
Sementara Ketua Tim UP2 Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan (DBOP) Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Heru Ramanda berujar prediksi musim dari BMKG digunakan sebagai landasan dalam menyiapkan kebutuhan air bagi masyarakat. Misalnya pada musim kemarau, air di bendungan akan dialirkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Sebaliknya pada musim hujan, bendungan akan digunakan untuk sebagai sumber penampungan air agar tidak terjadi bencana banjir di daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Pun, dalam menghadapi musim hujan, Kementerian PUPR juga sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi banjir.
Seperti menyiapkan sebanyak 223 bendungan dengan volume efektif mencapai 7,73 m³ yang berperan penting dalam pengendalian banjir dan kekeringan. Juga disediakan 192 pompa air untuk mengantisipasi banjir, memaksimalkan tunnel banjir, 10 kolam retensi dengan volume efektif 3,07 juta m³, embung 3.464, 1.971 tanggul sungai di perkotaan dan 129 bangunan pengaman pantai. Juga 114 danau dengan volume efektif 21.850 m³, dan 332 situ dengan volume efektif 60,04 juta m³.