
Kembali ke Berita
Steering Committee MMS-2: Langkah Strategis BMKG Ciptakan Layanan Cuaca Maritim yang Tangguh dan Modern
03 July 2025
Dimas Bayu Sajiwo
Berita

Jakarta, 1 Juli 2025 — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyelenggarakan pertemuan perdana Steering Committee (SC) untuk program Maritime Meteorological System (MMS) Tahap Kedua (MMS-2) secara hybrid dari Yogyakarta, Selasa (1/7). Pertemuan ini digelar dalam rangka memastikan implementasi program berjalan efektif, terukur, dan memberikan dampak nyata bagi peningkatan kualitas dan akurasi informasi cuaca maritim di seluruh wilayah Indonesia.
MMS-2 merupakan kelanjutan dari program MMS-1 yang telah selesai dilaksanakan pada akhir tahun 2024. Sebagai bentuk kontinuitas dan pengembangan lebih lanjut, MMS-2 menitikberatkan pada peningkatan kapasitas jaringan observasi, peningkatan resolusi spasial dan temporal model, serta implementasi teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung prakiraan berbasis dampak (impact-based forecasting) secara lebih presisi dan adaptif.
Dalam konteks meningkatnya tantangan perubahan iklim, MMS-2 hadir sebagai respons strategis BMKG terhadap peningkatan frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem yang berdampak langsung pada sektor maritim, pesisir, dan transportasi laut. Perubahan iklim telah menyebabkan anomali cuaca yang sulit diprediksi, memperpendek waktu reaksi terhadap bencana hidrometeorologi, dan menuntut sistem layanan meteorologi yang lebih tangguh, terintegrasi, dan berbasis data real-time. Melalui MMS-2, BMKG memperkuat kapasitas nasional dalam menghadapi ketidakpastian iklim dengan mengembangkan sistem prediksi numerik yang lebih presisi, model berbasis dampak yang kontekstual terhadap wilayah rawan, serta peningkatan infrastruktur digital yang mendukung keandalan layanan publik di tengah kondisi yang semakin kompleks.
Fokus utama MMS-2 meliputi penguatan sistem pemodelan numerik, baik model cuaca maupun model laut (termasuk model gelombang dan arus laut), yang dikembangkan untuk mendukung sistem peringatan dini dan layanan cuaca maritim secara lebih komprehensif. Pemanfaatan data observasi dari radar, satelit, dan buoy laut akan diintegrasikan secara operasional melalui peningkatan kapasitas komputasi (High Performance Computing), guna menghasilkan prakiraan yang lebih cepat, tepat, dan akurat.
Kawasan strategis seperti Jabodetabek, Selat Sunda, Selat Bali, Selat Lombok, Labuan Bajo, dan Danau Toba menjadi prioritas pengembangan model resolusi tinggi dalam fase implementasi ini. Dalam mendukung ketahanan sistem secara menyeluruh, MMS-2 juga mencakup pengembangan Disaster Recovery Center (DRC) di Bali, yang dirancang sebagai sistem cadangan operasional real-time. DRC ini akan berfungsi untuk mengambil alih peran pusat (HQ) secara otomatis dan mulus apabila terjadi gangguan atau penghentian operasional di kantor pusat BMKG.
Kepala BMKG, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., dalam arahannya menekankan pentingnya identifikasi risiko sebagai dasar penyusunan strategi mitigasi yang berbasis data dan bersifat antisipatif terhadap dinamika cuaca ekstrem dan perubahan iklim.
Sejumlah langkah strategis disepakati dalam pertemuan Steering Committee ini, di antaranya penyusunan peta data operasional, pengembangan sistem validasi otomatis, dan integrasi lintas tim teknis untuk mendukung kelancaran implementasi model. Program MMS-2 diharapkan menjadi tonggak penting dalam membangun layanan meteorologi maritim yang modern, adaptif, dan siap menghadapi tantangan perubahan iklim dan bencana di masa depan.