Merajut Harmoni Mitigasi Bencana dalam 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symphosium

  • Dwi Herlambang Ade Putra
  • 11 Nov 2024
Merajut Harmoni Mitigasi Bencana dalam 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symphosium

Banda Aceh, 11 November 2024. Tabuhan Rapa'i yang mengiringi Tari Saman menjadi pembuka gelaran 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symphosium di Balee Meuseuraya Aceh (BMA), 11-14 November 2024. Mengambil tema, 'Two Decades After 2004 Indian Ocean Tsunami: Reflection and the Way Forward', menjadi wadah bagi seluruh pihak untuk merefleksikan tragedi gempabumi dan tsunami Aceh 20 tahun silam.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan sebanyak 20 penari yang tampil memperlihatkan kekompakan dan kecepatan untuk satu tujuan utama yaitu menciptakan keharmonisan. Harmoni ini juga yang akan dibawa oleh seluruh ilmuwan, stakeholder, dan peneliti yang hadir di dalam kegiatan Global Tsunami Symphosium.

"Ini sebenarnya filosofi di balik apa yang kita inginkan di sini. Kita adalah banyak orang, kita memiliki banyak latar belakang, kita semua memiliki kesamaan nyanyian yang membuat tarian itu bergerak bersama--itu sebenarnya semangat dan kemauan kita," kata Dwikorita pada Welcoming Remarks 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symphosium di BMA, Senin (11/11).

Lebih lanjut--sama halnya dengan Tari Saman--Dwikorita mengajak seluruh delegasi dan peserta untuk menari bersama--dengan bergerak aktif, tanpa harus menabrak satu dengan lainnya. Jika keharmonisan itu tercapai maka simposium kali ini akan memberikan nilai kebermanfaatan yang sangat besar untuk seluruh umat manusia.

"Saya tidak bisa membayangkan jika tidak ada semangat maka akan ada yang terbentur dan ada yang roboh. Jadi tolong kita lakukan itu seperti Tarian Saman di Aceh," ujarnya.

Di sisi lain, Dwikorita turut menekankan pesan Sekretaris Jenderal PBB bahwa pada tahun 2027 bahwa setiap individu di bumi harus dilindungi oleh sistem peringatan dini. Dan untuk mencapai tujuan itu, seluruh pihak perlu bekerja sama untuk memastikan respon yang tepat waktu dan efektif.

Setidaknya terdapat empat pilar dasar yang harus dijadikan acuan yaitu, pertama, pengetahuan dan manajemen risiko bencana (dikoordinasikan oleh UNDRR); kedua, deteksi, observasi, pemantauan, analisis, dan peramalan (dikoordinasikan oleh WMO); ketiga, penyebaran dan komunikasi peringatan (dikoordinasikan oleh ITU); dan keempat, kemampuan kesiapsiagaan dan respons (dipimpin oleh Palang Merah Internasional).

"Masing-masing pilar ini, yang dikoordinasikan oleh badan-badan PBB, merupakan elemen penting dalam penanggulangan dini yang komprehensif," tambahnya.

Namun, tantangan yang signifikan masih ada. Meskipun ada kemajuan, masih ada kesenjangan dalam bidang-bidang seperti pengamatan data dan pemantauan sistematis. Dua puluh tahun lalu, misalnya, Indonesia hanya memiliki 20 seismograf untuk mendeteksi gempa bumi, yang membatasi kemampuan kita untuk memperkirakan tsunami secara akurat.

Saat ini, meskipun perbaikan telah dilakukan, keterbatasan dalam pengamatan data kelautan terus menghambat sistem peringatan dini. Lebih jauh lagi, banyak negara masih bergantung pada jaringan observasi manual karena keterbatasan infrastruktur digital, yang mengakibatkan keterlambatan.

Oleh karenanya, diperlukan kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan juga perlu diperkuat. Pertukaran data yang efektif antar lembaga--baik nasional maupun internasional--masih menjadi tantangan, begitu pula dengan pembentukan kerangka peringatan dini multi-hazard. Kapasitas untuk prediksi numerik juga perlu ditingkatkan, sehingga memerlukan pelatihan untuk meningkatkan pemantauan.

"Strategi kami untuk mencapai lautan yang aman dan dapat diprediksi melibatkan pembangunan aliansi jaringan, penguatan layanan peringatan regional, dan penciptaan koneksi antar lembaga di seluruh dunia untuk mendukung kebijakan berbasis sains. Para ilmuwan harus mampu menerjemahkan temuan penelitian mereka ke dalam bahasa yang mudah dipahami," pungkasnya.

Terakhir, pemberdayaan masyarakat lokal adalah hal yang penting. Selain membangun kapasitas, pemberdayaan berarti membantu masyarakat mengelola respons mereka secara efektif, dipandu oleh sistem peringatan dini yang kuat.

Simposium Tsunami Global mengundang lembaga/organisasi, pakar, tokoh masyarakat, penyintas tsunami untuk berbagi cerita, praktik terbaik, serta pembelajaran yang berkaitan dengan kesiapsiagaan tsunami. Tidak kurang dari 54 negara dan ratusan ahli turut hadir dalam kegiatan kali ini untuk saling memformulasikan mitigasi bencana dan sistem peringatan dini agar tidak ada lagi korban jika suatu saat nanti gempabumi dan tsunami datang.

Gempabumi Terkini

  • 04 Desember 2024, 21:21:38 WIB
  • 4.6
  • 10 km
  • 4.94 LU - 95.98 BT
  • Pusat gempa berada di darat 33 Km barat daya Pidie Jaya
  • Dirasakan (Skala MMI): III - IV Aceh Jaya, III - IV Pidie Jaya, II Banda Aceh, II Aceh Besar
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di darat 33 Km barat daya Pidie Jaya
  • Dirasakan (Skala MMI): III - IV Aceh Jaya, III - IV Pidie Jaya, II Banda Aceh, II Aceh Besar
  • Selengkapnya →

Siaran Pers