
Kembali ke Analisis Spektral (SA)
Analisis Spektral Gempa Bumi Kabupaten Bekasi 20 Agustus 2025
21 August 2025
Seismologi Teknik
Analisis Spektral (SA)

Gempa bumi berkekuatan M4,9 terjadi di darat pada koordinat 6,48° LS – 107,24° BT, sekitar 14 km Tenggara Kabupaten Bekasi dengan kedalaman 10 km. Gambar di atas menampilkan sinyal akselerograf dari tiga stasiun terdekat: CWJM (Cikalong), CBJR (Cikalong), dan JPJI (Jatiluhur).
Peak Spectral Acceleration (PSA) menggambarkan akselerasi maksimum yang dialami suatu titik pada suatu struktur akibat gempa bumi, yang menjadi parameter penting dalam perancangan bangunan tahan gempa. Dalam konteks ini, spektrum respons desain SNI 1726:2019 dirancang untuk mengantisipasi karakteristik gempa sesuai dengan kategori tanah, di mana tanah keras, sedang, dan lunak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap amplifikasi gelombang gempa.
Perbandingan antara Peak Spectral Acceleration (PSA) yang tercatat pada stasiun akselerograf terdekat dengan spektrum respons desain bertujuan untuk memastikan bahwa desain struktur bangunan di area yang tercatat PSA-nya tidak hanya sesuai dengan nilai standar, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor spesifik seperti jenis tanah dan karakteristik gempa yang dapat mempengaruhi keselamatan dan ketahanan bangunan. Dimana Perbandingan Respon Spektra dan SNI 2019 (2/3 SNI) di setiap staisun sebagai berikut :
Stasiun CWJM (Cikalong):
Respon spektra dari ketiga komponen (HNZ, HNN, HNE) menunjukkan amplitudo yang sangat rendah. Nilai Spectral Acceleration (SA) maksimum berada di bawah 50 gal pada periode sangat pendek (kurang dari 0,5 detik). Seluruh nilai SA yang terekam berada jauh di bawah kurva desain spektra SNI untuk semua kelas situs tanah, baik tanah keras (SC), sedang (SD), maupun lunak (SE). Hal ini menandakan getaran tanah yang sangat lemah tanpa adanya amplifikasi getaran yang signifikan, yang merupakan karakteristik dari kondisi tanah keras (Kelas Situs C).
Stasiun CBJR (Cikalong):
Seperti stasiun CWJM yang berdekatan, respon spektra pada ketiga komponen di stasiun CBJR juga sangat rendah. Nilai SA maksimum yang tercatat hanya mencapai sekitar 60 gal pada periode pendek (sekitar 0,2 detik) dan secara keseluruhan berada jauh di bawah semua kurva desain spektra SNI. Kondisi ini kembali menegaskan bahwa lokasi tersebut memiliki tanah yang sangat stabil dengan respons dinamis yang rendah, yang merupakan ciri khas dari tanah keras (Kelas Situs C).
Stasiun JPJI (Jatiluhur):
Respon spektra pada stasiun JPJI menunjukkan puncak amplitudo yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dua stasiun sebelumnya, terutama pada komponen vertikal (HNZ) yang mencapai sekitar 180 gal pada periode sangat pendek (sekitar 0,2 detik). Meskipun demikian, seluruh nilai respon spektra yang terekam masih berada jauh di bawah kurva desain spektra SNI untuk semua kelas situs (SC, SD, dan SE). Rendahnya amplifikasi ini mengindikasikan bahwa lokasi stasiun berada pada kondisi tanah keras hingga sedang (Kelas Situs C).
Kesimpulan:
Kondisi tanah di ketiga lokasi pengamatan di Jawa Barat (Cikalong dan Jatiluhur) menunjukkan amplifikasi yang sangat rendah akibat gempa bumi yang terjadi. Seluruh nilai SA yang terekam di stasiun CWJM, CBJR, dan JPJI berada jauh di bawah standar desain SNI 1726:2019. Hal ini mengindikasikan bahwa getaran gempa pada peristiwa ini tidak cukup kuat untuk membahayakan struktur yang dirancang sesuai standar. Secara keseluruhan, wilayah yang diwakili oleh stasiun-stasiun ini didominasi oleh kondisi tanah keras (Kelas Situs C), dengan risiko amplifikasi lokal yang tergolong sangat rendah.