
Kembali ke Berita
BMKG Integrasikan Data Iklim dan Kebencanaan, WMO-CHE Jadi Kunci Akurasi Peringatan Dini
25 November 2025
Valdez Dwi
Berita

Jakarta, 25 November 2025 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Kedeputian Bidang Klimatologi menggelar Lokakarya Pengguna Jasa Informasi Iklim Provinsi untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) pengintegrasian data cuaca dan iklim ekstrem dengan data kebencanaan menggunakan protocol World Meteorological Organization Cataloguing of Hazardous Events (WMO-CHE), yang secara resmi dibuka oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, pada hari Selasa, (25/11) di Jakarta.
Kegiatan yang menghadirkan BPBD Kabupaten/Kota se Jawa Barat ini bertujuan untuk menyiapkan sistem integrasi data yang menghubungkan data cuaca/iklim ekstrem dengan kejadian bencana dan kerugian yang ditimbulkannya. Dalam sambutannya, Dr. Ardhasena menegaskan bahwa integrasi data iklim dengan data kebencanaan adalah kunci utama untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis risiko, mengingat fenomena cuaca dan iklim ekstrem semakin sering terjadi.
“Tema Lokakarya, Penyusunan WMO Cataloguing of Hazardous Events (WMO-CHE), merupakan bagian dari dukungan BMKG dalam upaya sinkronisasi data cuaca/iklim ekstrem dengan data kebencanaan beserta informasi dampak dan kerugian,” ujar Dr. Ardhasena.
Menurutnya, saat ini data kejadian bencana dan data kondisi iklim/cuaca masih bersifat terpisah (fragmented), yang menyulitkan penelusuran keterkaitan langsung antara kondisi ekstrem dengan dampak kerugian yang ditimbulkan, baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi.
Kolaborasi ini, yang melibatkan Badan Metetologi Dunia (WMO), Badan PBB untuk pengurangan Risiko (UNDRR), dan Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP), diharapkan dapat meningkatkan data yang valid bagi pemerintah daerah dalam hal ini Provinsi Jawa Barat dalam merumuskan rencana aksi mitigasi dan strategi ketahanan iklim.
Sejumlah pakar dihadirkan sebagai pemateri kunci dalam lokakarya ini. Sesi Sosialisasi WMO-CHE menghadirkan paparan dari Direktur Perubahan Iklim BMKG, Dr. A. Fachri Radjab, dan Direktur Meteorologi Publik BMKG, Dr. Andri Ramdhani, yang membahas pemanfaatan katalog global ini untuk mendukung sistem peringatan dini (Early Warning). Hadir juga Pembicara dari WMO, UNDRR dan UNSCAP yang menyampaikan materi secara daring.
Sementara itu, untuk perspektif kebencanaan, hadir Wing Prasetyo Ardi, S.E selaku analis Kebencanaan dari BNPB dan Teten Ali Mulku Engkun, Ph.D selaku Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Barat yang memaparkan prosedur dan tata cara pelaporan data kejadian bencana dari daerah ke pusat.
Dalam Sesi Paparan, Direktur Perubahan Iklim BMKG, Dr. Fachri Radjab, menyampaikan bahwa program ini merupakan interkoneksi antara program global (WMO, UNDRR) dengan kebutuhan nasional dan lokal, terutama karena data masih terpisah (fragmented) dan katalog ini akan mengarah pada pemahaman kejadian hazard (bahaya) dan impact (dampak) yang terjadi.
“Katalog yang akan kita susun ditujukan untuk bisa mengetahui dengan kondisi hazard seperti apa, apakah ada impact-nya terhadap bencana atau ada impact bencana yang tidak ada hazard-nya.” ungkap Fachri.
Rangkaian acara di sesi kedua mencakup sosialisasi WMO-CHE, paparan mengenai prosedur pelaporan data bencana, pemanfaatan WMO-CHE untuk mendukung sistem peringatan dini, dan Pengantar simulasi disampaikan oleh Rakhmat Prasetya, Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) Jawa Barat. Setelah pengantar, simulasi TTP/SOP CHE dilanjutkan dalam format diskusi kelompok, dipandu oleh Mohammad Fadli sebagai perwakilan Indonesia dari UNDRR.
Kegiatan ini secara spesifik diselenggarakan untuk mendapatkan masukan, saran, dan tanggapan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat. Keterlibatan aktif para pemangku kepentingan ini penting untuk memastikan SOP yang dihasilkan dapat diimplementasikan dan hambatan teknis maupun kelembagaan dapat diidentifikasi sejak awal.
Dengan adanya integrasi data ini, diharapkan sistem peringatan dini di Indonesia dapat semakin akurat, menyediakan rekomendasi aksi dini yang spesifik, dan pada akhirnya, mewujudkan masyarakat yang lebih tangguh terhadap ancaman bencana hidrometeorologi.







