
Kembali ke Berita
BMKG Gagas Kolaborasi Data Iklim Solusi Perkebunan Hadapi Ancaman Iklim
04 November 2025
Dwi Herlambang
Berita

Jember, 30 Oktober 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) menginisiasi langkah kolaboratif strategis untuk mengintegrasikan data iklim presisi ke dalam seluruh rantai pasok sektor perkebunan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dampak ekstrem perubahan iklim, seperti fenomena El Niño dan La Niña, yang terbukti dapat memangkas produktivitas kopi dan kakao nasional hingga 30–60 persen.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, menegaskan keterkaitan erat antara data iklim dan keberhasilan sektor perkebunan yang telah tercatat sejak era kolonial. Ia menyatakan kesiapan BMKG untuk berkolaborasi penuh dengan seluruh pihak untuk menjaga ketahanan sektor perkebunan dari ancaman perubahan iklim.
“Catatan klimatologi sejatinya adalah perilaku bumi yang terdokumentasi. BMKG sangat terbuka untuk melakukan riset kolaboratif dan pemanfaatan data iklim bersama Puslitkoka dan lembaga lainnya untuk memperkuat ketahanan sektor ini,” kata Ardhasena dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Sektor Perkebunan’ di Puslitkoka, Jember, Kamis (30/10).
Ancaman iklim terhadap komoditas unggulan seperti kopi dan kakao kini dinilai semakin nyata. Kepala Puslitkoka Dini Astika Sari memaparkan bahwa anomali iklim kini telah menjadi sebuah kenormalan baru yang harus dihadapi dengan strategi adaptasi dan mitigasi berbasis data. Oleh karenanya, penting untuk menggunakan konsep adaptive and sustainable coffee farming yang berbasis pada ekologi, ekonomi, dan sosial budaya lokal.
Menurutnya, fenomena El Niño dan La Niña dapat menurunkan hasil panen kopi dan kakao hingga 30–60 persen. Sehingga, pemanfaatan data iklim dinamis dan sistem monitoring seperti ‘Nusaklim’ menjadi krusial untuk memberikan rekomendasi teknis yang tepat guna bagi petani dan perusahaan perkebunan.
“Puslitkoka berupaya menggabungkan outlook produksi dengan outlook iklim menjadi satu sistem informasi terpadu,” jelasnya.
Dalam diskusi, para pakar dan praktisi menyoroti kebutuhan akan inovasi teknologi. Bayu Taruna Widjaja Putra dari Universitas Jember menekankan pentingnya presisi dan smart farming sebagai pendekatan adaptif terhadap perubahan iklim. Ia menekankan perlunya standarisasi data, integrasi teknologi Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengelolaan tanaman perkebunan.
“Permasalahan utama di perkebunan kita adalah air. Dengan dukungan early warning (peringatan dini) berbasis spasial, petani dapat mempersiapkan embung, irigasi, hingga menentukan waktu panen yang tepat. Forum ini perlu dilanjutkan sebagai wadah kolaborasi berkelanjutan,” tegas Bayu.
Dari sisi industri, Herry Achmad Sulianto dari PT Ijen Lestari Indonesia membagikan pengalaman praktis bahwa fluktuasi iklim sangat memengaruhi mutu biji kopi, terutama pada proses pengeringan yang krusial.
Merespons paparan para ahli, perwakilan petani dan penyuluh pertanian menyuarakan kebutuhan mendesak akan informasi iklim yang lebih spesifik, mudah dipahami, dan dapat diaplikasikan langsung. Mereka mengusulkan adanya kalender tanam dinamis dan penguatan literasi iklim di tingkat lapangan melalui program seperti Sekolah Lapang Iklim (SLI).
Untuk menindaklanjuti kebutuhan tersebut, FGD ini menyepakati empat rekomendasi utama sebagai langkah konkret ke depan. Pertama, pengembangan layanan dan produk informasi iklim spesifik untuk sektor perkebunan (kopi, kakao, tembakau); kedua, pemanfaatan bersama sistem pengamatan iklim milik BMKG dan Puslitkoka untuk mendukung operasional perkebunan.
Ketiga, kolaborasi penelitian dan publikasi bersama antara BMKG, Puslitkoka, Universitas Jember, industri, dan pemangku kepentingan lainnya; dan keempat, penyusunan Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk pengelolaan data dan informasi iklim guna mendukung manajemen perkebunan yang berkelanjutan dan berketahanan iklim.
FGD ini menjadi langkah awal strategis dalam membangun ekosistem kolaboratif yang adaptif demi menjaga keberlanjutan komoditas perkebunan andalan Indonesia di tengah tantangan perubahan iklim global.
Forum ini mempertemukan para pemangku kepentingan utama, mulai dari BMKG, Puslitkoka, BRIN, akademisi Universitas Jember, Pemda Jember, industri, perbankan, hingga komunitas petani lokal.




