
Kembali ke Siaran Pers
Antisipasi Risiko Gagal Panen, BMKG Gencarkan Sekolah Lapang Iklim
23 September 2025
Dwi Herlambang
Siaran Pers

SIARAN PERS
Gunungkidul (22 September 2025) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan perlunya langkah mitigasi untuk menghadapi ancaman perubahan iklim yang kian nyata. Salah satunya dengan menggencarkan Sekolah Lapang Iklim (SLI), program yang membekali petani dengan pengetahuan dan pendampingan agar siap beradaptasi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas, dengan suhu rata-rata global mencapai 1,55 °C, diatas suhu era pra-industri (1850—1900). Anomali tersebut melampaui ambang (1,5°C) yang telah ditetapkan pada tahun 2015 dalam perjanjian Paris. Menurutnya, fakta ini adalah alarm keras bagi seluruh umat manusia.
“Di Indonesia, tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanassejak pengamatan tahun 1981, dengan suhu rata-rata 27,5 °C dan anomali 0,8 °C terhadap normal 1991—2020,” ungkap Dwikorita dalam pembukaan SLI Tematik di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, Senin (22/9/2025).
Dwikorita mengungkapkan kondisi bumi kekinian akibat perubahan iklim cukup mengkhawatirkan. Tidak hanya bencana yang secara intensitas dan durasi semakin bertambah, namun juga krisis air yang juga berimbas pada berbagai sektor kehidupan. Salah satunya yang terdampak adalah sektor pertanian dimana Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi dunia akan mengalami ancaman krisis pangan pada tahun 2050 mendatang, apabila kita tidak berhasil mengendalikan kecepatan kenaikan suhu permukaan bumi atau memitigasi perubahan iklim tersebut.
“Kondisi ini dipicu kombinasi pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca serta anomali iklim regional. Situasi ini menjadi tantangan serius bagi sektor pertanian yang sangat rentan terhadap iklim,” ujarnya.
Maka dari itu, BMKG terus menggelar SLI di berbagai daerah di Indonesia. Melalui SLI, BMKG tidak hanya memberikan edukasi, tetapi juga langkah aksi adaptasi strategis. Petani diajarkan membaca dan memahami prediksi iklim, menyesuaikan pola tanam, memilih varietas sesuai kondisi musim, hingga mengoptimalkan teknik pemanenan air hujan. Dengan begitu, risiko gagal panen dapat ditekan.
“Karena perubahan iklim, saat ini titi mongso menjadi tidak relevan. Padahal petani di Indonesia terbiasa dengan titi mongso,” imbuhnya.
Di Gunungkidul, DIY, SLI Tematik tahun ini diikuti 60 peserta dari kelompok tani, kelompok wanita tani, penyuluh, hingga petani milenial. Program ini menjadi wadah kolaborasi BMKG bersama pemerintah daerah untuk memperkuat ketahanan pangan lokal. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Darmadi Sudibyo Direktur Layanan Iklim BMKG, Marjuki dan Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Sleman Reni Karningtyas.
Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, menekankan pentingnya program ini bagi masyarakatnya. “Pertanian adalah tulang punggung ekonomi Gunungkidul, tetapi juga sektor yang paling rentan. Dengan SLI, petani belajar langsung menerapkan informasi iklim ke usaha tani, sehingga lebih siap menghadapi kekeringan maupun hujan ekstrem,” ujarnya .
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Darmadi Sudibyo, menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan SLI tematik di Gunungkidul yang dinilai selaras dengan upaya menjaga kestabilan harga pangan dan pengendalian inflasi. Menurutnya, pemahaman petani terhadap perubahan iklim akan berdampak langsung pada ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga pangan, yang menjadi faktor penting dalam menjaga inflasi tetap terkendali.
“Produksi pertanian kita akan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kehadiran SLI ini menjadi ikhtiar penting untuk memperkuat daya tahan sektor pangan,” tuturnya.
Lebih jauh, Dwikorita mengatakan, bahwa SLI juga merupakan bentuk kontribusi BMKG terhadap program prioritas nasional ASTA CITA yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam mencapai swasembada pangan, energi, dan air serta memperkuat pembangunan sumber daya manusia.
“Sekolah Lapang Iklim adalah jembatan antara data iklim dan strategi pertanian. Ini adalah aksi nyata BMKG untuk mendukung ketahanan pangan nasional di tengah tantangan perubahan iklim,” tutup Dwikorita. (*)
Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama
Instagram : @infoBMKG
X : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG