
Kembali ke Berita Utama
Hadapi Puncak Musim Hujan, BMKG Tegaskan Kesiapsiagaan Cuaca Ekstrem pada Rapat Tingkat Menteri Nataru 2025/2026
19 December 2025
Linda Juliawanti
Berita Utama

Jakarta, 19 Desember 2025 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berkomitmen untukmendukung keselamatan publik selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026 yang diprediksi bertepatan dengan puncak musim hujan. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Transportasi Nasional serta Monitoring Pelaksanaan Masa Liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menyampaikan bahwa BMKG telah menyiapkan berbagai langkah antisipatif untuk menghadapi dinamika cuaca pada periode Nataru. Berdasarkan prakiraan BMKG, kondisi atmosfer berpotensi meningkatkan intensitas hujan di sejumlah wilayah Indonesia, yang dapat berdampak langsung pada keselamatan transportasi dan aktivitas masyarakat.
“Periode Nataru kali ini bertepatan dengan puncak musim hujan, sehingga potensi cuaca ekstrem perlu diantisipasi secara serius. BMKG berkomitmen memberikan informasi cuaca terkini, peringatan dini yang tepat waktu, serta dukungan teknis kepada seluruh pemangku kepentingan,” ujar Faisal.
Ia menjelaskan periode Natal dan Tahun Baru 2025/2026 berada pada fase puncak musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Berdasarkan prakiraan BMKG, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan intensitas mencapai 300–500 mm per bulan diprediksi terjadi pada Desember 2025 hingga Januari 2026, khususnya di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi Selatan, Papua Selatan, serta Kalimantan yang memiliki karakter musim hujan hampir sepanjang tahun.
“Pada periode Nataru ini, kita menghadapi kombinasi dinamika atmosfer yang cukup kompleks, mulai dari aktifnya Monsun Asia, Madden–Julian Oscillation (MJO), gelombang atmosfer, potensi bibit siklon hingga siklon tropis, serta pengaruh La Nina lemah dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif. Kondisi ini berpotensi meningkatkan intensitas hujan, terutama pada pertengahan Desember hingga awal Januari,” ungkap Faisal.
Untuk itu, upaya antisipasi yang dilakukan BMKG meliputi penguatan sistem peringatan dini yang terintegrasi, pemutakhiran informasi cuaca secara berkelanjutan, serta kesiapsiagaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sebagai bagian dari strategi mitigasi bencana hidrometeorologi.
OMC disiagakan secara strategis guna mengurangi intensitas curah hujan di wilayah-wilayah dengan potensi risiko tinggi. Pelaksanaannya dilakukan secara terukur berdasarkan analisis dan prakiraan cuaca berbasis sains, serta dikoordinasikan lintas sektor untuk memastikan efektivitas dan ketepatan sasaran.
Selain itu, BMKG terus melakukan monitoring real-time terhadap perkembangan cuaca dan iklim, termasuk potensi bibit siklon dan siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia melalui Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta.
Dalam mendukung keselamatan sektor transportasi selama periode Nataru, BMKG menyiapkan berbagai platform informasi cuaca berbasis sektoral, seperti Digital Weather for Traffic (DWT), System of Interactive Aviation Meteorology (Ina-SIAM), serta Indonesia Weather Information for Shipping (InaWIS). Informasi tersebut dirancang untuk membantu pengambilan keputusan operasional di sektor darat, laut, dan udara.
BMKG juga mengoperasikan posko siaga Nataru 2025/2026 di tingkat pusat dan daerah, yang didukung oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG di seluruh provinsi, serta posko gabungan di pelabuhan dan bandara strategis. Melalui penguatan diseminasi informasi dan koordinasi yang solid, BMKG berharap penyelenggaraan Nataru dapat berjalan dengan aman, lancar, dan selamat di tengah tantangan cuaca ekstrem.
“BMKG tidak hanya menyampaikan prakiraan, tetapi juga memastikan informasi tersebut dapat diterjemahkan menjadi langkah nyata di lapangan. Oleh karena itu, koordinasi lintas sektor terus kami perkuat agar peringatan dini benar-benar berdampak pada keselamatan masyarakat,” tegas Faisal.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan pentingnya peran informasi cuaca dalam menghadapi Nataru. Ia mengingatkan agar sistem peringatan dini dapat bekerja secara maksimal dan direspons dengan kesiapan operasional serta teknis oleh pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan.
AHY juga menegaskan bahwa Operasi Modifikasi Cuaca merupakan salah satu instrumen pencegahan yang dapat dilakukan sebelum kondisi cuaca berkembang ke tingkat yang lebih berisiko. Pelaksanaannya dilakukan berdasarkan rekomendasi BMKG dan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta dapat dilaksanakan atas permintaan kepala daerah ketika indikator cuaca menunjukkan peningkatan potensi bahaya.
“Referensinya tentu BMKG. Sebelum kondisi masuk kategori merah, kita harus melakukan langkah pencegahan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk,” ujar AHY.
Selain mitigasi cuaca, pemerintah juga menyiapkan dukungan infrastruktur kebencanaan. Kementerian Pekerjaan Umum telah menyiagakan ratusan alat berat dan ratusan titik material yang siap dikerahkan untuk mendukung penanganan darurat, khususnya pada puncak arus libur dan arus balik.
Lebih lanjut, BMKG mengimbau seluruh pihak terkait dan masyarakat untuk senantiasa memantau perkembangan cuaca, peringatan dini, serta potensi risiko bencana melalui kanal resmi BMKG, seperti website, media sosial, dan aplikasi InfoBMKG.
Dengan informasi yang selalu diperbarui, kewaspadaan bersama, serta koordinasi lintas sektor yang solid, langkah antisipasi diharapkan dapat dilakukan secara cepat dan tepat demi keselamatan masyarakat selama periode Nataru 2025/2026.




