
Kembali ke Berita Utama
Gelar In House Training Geofisika di Makassar, BMKG Perkuat Sistem Peringatan Dini Gempabumi
07 August 2025
Rama Aditya
Berita Utama

Makassar, 7 Agustus 2025 — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus memperkuat ketangguhan nasional dalam menghadapi bencana gempabumi melalui pengembangan sistem peringatan dini dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Komitmen ini diwujudkan melalui kegiatan In House Training yang diselenggarakan di Balai Besar MKG (BBMKG) Wilayah IV Makassar, dengan peserta dari berbagai satuan kerja BMKG secara hybrid, yakni gabungan antara daring dan luring selama 2 hari pada 7 – 8 Agustus 2025.
Direktur Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG, Setyoajie Prayoedhi, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari langkah strategis BMKG untuk menjaga dan terus meningkatkan kualitas sistem peringatan dini yang tengah dibangun.
“Peningkatan kualitas sistem harus dibarengi dengan penguatan SDM teknis di lapangan. Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen bersama untuk memastikan sistem Earthquake Early Warning System (EEWS) kita benar-benar siap pakai dan bermanfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Pusat Pengembangan SDM MKG (PPSDM MKG), Adityawarman, turut menegaskan pentingnya sinergi seluruh unsur BMKG dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang andal dan presisi.
“Kami mengadakan pelatihan semuanya online tahun ini, tapi ada tatap mukanya juga. Mudah-mudahan kesempatan pelatihan ini bisa digunakan dengan maksimal. Saat ini BMKG sedang membangun sistem yang sangat luar biasa, tapi ini butuh dukungan dari rekan-rekan BMKG di seluruh Indonesia agar sistem tersebut berjalan dengan baik. Terutama sistem EEWS yang sedang dibangun, tentunya perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BBMKG Wilayah IV Makassar, Irwan Slamet dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya pelatihan teknis ini.
“Pelatihan ini bukan sekadar rutinitas, tetapi bagian dari upaya besar kita membangun sistem deteksi dini yang efektif dan andal. Saya berharap para peserta dapat menyerap materi secara menyeluruh, dan menerapkannya secara nyata di unit kerja masing-masing,” ucapnya.
Memasuki sesi presentasi teknis, Tim Peringatan Dini Gempabumi (EEWS) Direktorat Seismologi Teknik BMKG, Rika Swastikarani, mengulas perkembangan terbaru sistem InaEEWS yang saat ini telah diuji coba di beberapa wilayah prioritas seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.
Salah satu inovasi strategis yang dipaparkannya adalah Sistem Informasi Intensitas Gempabumi (SIMAP), yang menyajikan peta intensitas secara real-time berdasarkan data sensor di lapangan.
“Melalui pengembangan ini, kami ingin memastikan bahwa informasi intensitas gempa dapat diakses secepat mungkin oleh pemangku kebijakan di daerah. Ini krusial untuk mendukung keputusan evakuasi atau tanggap darurat dalam hitungan detik,” jelas Rika.
Sistem ini dikembangkan menggunakan kombinasi teknologi kecerdasan buatan (AI), pemodelan gempa (GMPE), dan klasifikasi tanah (site class), yang keseluruhannya ditujukan untuk meningkatkan akurasi serta kecepatan estimasi parameter gempa.
Selanjutnya, dari Bidang Seismologi Teknik, Sigit Purnomo memaparkan aspek penting dari penyediaan informasi guncangan yang menjadi bagian vital dari sistem peringatan dini.
Ia menjelaskan bahwa pemanfaatan sensor akselerometer dan intensitymeter bukan hanya mendukung informasi awal EEWS, namun juga berperan dalam menghasilkan Shakemap Corrected, yang menyajikan gambaran riil guncangan di permukaan tanah.
“Distribusi guncangan dalam Shakemap dapat dihasilkan baik dari pusat maupun UPT, asalkan sudah mengoperasikan sistem regionalisasi Shakemap Strongmotion sesuai SOP yang ditetapkan,” terangnya.
Informasi ini menjadi sangat berharga dalam proses respon cepat pascagempa dan menjadi salah satu komponen penting yang dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk penanganan awal di daerah terdampak.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penguatan operasional pusat dan UPT tidak hanya mendukung produksi informasi tersebut, tetapi juga menjadi landasan dalam pengembangan database kebencanaan berbasis big data, sistem pemantauan IoT, serta pemrosesan otomatis berbasis AI.
Menguatkan pendekatan multidisipliner dalam mitigasi gempabumi, Tim Bidang Geofisika Potensial, Syirojudin turut memaparkan pendekatan berbeda melalui pemanfaatan data magnet bumi untuk mendeteksi prekursor gempabumi.
Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa observasi magnet bumi mampu menangkap anomali geomagnetik yang diduga berkaitan dengan aktivitas tektonik sebelum terjadinya gempa, seperti pergeseran kerak bumi dan pelepasan tegangan.
“Pola anomali tersebut terekam sebagai sinyal variatif dalam rentang waktu beberapa hari hingga tiga minggu sebelum kejadian. Ini bisa menjadi bagian dari sistem peringatan jangka menengah,” jelas Syirojudin.
Data yang diperoleh dari observatorium magnet bumi BMKG dapat digunakan untuk memetakan tren aktivitas seismotektonik dan menjadi bagian dari penguatan sistem mitigasi berbasis prediksi.
Dalam pengembangannya, sistem ini juga diarahkan untuk mendukung integrasi data ke dalam platform big data kebencanaan, dengan pendekatan automated pattern recognition berbasis AI, serta peningkatan akses data secara IoT-based yang memungkinkan pemantauan dan analisis dilakukan secara real-time.
Sebagai hasil dari berbagai uji coba dan evaluasi, sistem prototipe InaEEWS menunjukkan peningkatan akurasi dan waktu peringatan pada berbagai kejadian gempabumi, seperti pada peristiwa di Cianjur (2022) dan Aceh (2025). Capaian ini menjadi indikator positif bahwa sistem mampu memberikan waktu evakuasi lebih awal yang sangat krusial bagi masyarakat di zona rawan.
BMKG menargetkan bahwa sistem EEWS ini akan beroperasi penuh secara nasional pada tahun 2045, dengan dukungan lebih dari 7.800 sensor, serta integrasi lintas sektor, termasuk energi, transportasi, pendidikan, hingga penanggulangan bencana.
Pelatihan ini pun menjadi bagian dari perjalanan besar BMKG dalam membangun sistem mitigasi bencana yang berbasis sains, teknologi, dan data, yang tidak hanya tangguh dari sisi teknis, tetapi juga adaptif terhadap tantangan operasional dan kebutuhan di lapangan.
Melengkapi upaya penguatan sistem mitigasi, Tim Kerja Manajemen Operasi Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu, Rachmad Billyanto menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas internal sebagai fondasi utama untuk memastikan kualitas layanan publik yang optimal. Inisiatif ini menyasar penguatan pemahaman dan keterampilan teknis di seluruh level operasional, baik di pusat maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Fokus utama diarahkan pada peningkatan pemahaman terhadap Quality Control (QC) data. Setiap personel dibekali dengan standar dan prosedur pemeriksaan data yang ketat, guna menjaga konsistensi mutu data dari berbagai wilayah di Indonesia. Dengan QC yang andal, produk layanan seperti Shakemap, InaEEWS, hingga informasi petir dan anomali magnet bumi dapat dihasilkan dengan akurasi tinggi dan tingkat kepercayaan yang kuat.
Tak kalah penting, tim juga memperkuat penguasaan terhadap Peralatan Utama (Aloptama). Pemahaman teknis terhadap cara kerja dan perawatan alat observasi menjadi penopang utama dalam menjaga integritas data. Peningkatan kompetensi ini bertujuan mengurangi risiko gangguan teknis, sekaligus memastikan proses operasional berjalan optimal.
Seluruh upaya ini dirancang untuk menjaga kualitas data dari hulu ke hilir—sebelum diolah menjadi informasi yang bernilai strategis bagi keselamatan publik. Dalam konteks ini, penguatan kapasitas internal bukan hanya agenda peningkatan SDM, melainkan wujud nyata komitmen BMKG dalam menyediakan informasi geofisika yang tepercaya, relevan, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat.
Kemudian, dalam menyamakan pemahaman dan meningkatkan kompetensi teknis prosedur kalibrasi untuk menjaga kualitas data seismic, Tim Kerja Manajemen Teknis Kalibrasi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Mughni Laisa Ribawi menyampaikan materi mencakup review pelaksanaan kalibrasi, penanganan kendala umum, penyesuaian konfigurasi peralatan dengan metadata, serta simulasi teknis di lapangan.
“Melalui pelatihan ini, kemampuan kalibrasi tidak hanya dikuasai tim instrumen Balai IV, tetapi juga UPT di wilayah kerja. Dengan begitu, kualitas data seismik akan lebih akurat, konsisten, dan optimal untuk mendukung pemantauan gempa bumi,” ujarnya.