Kembali ke Berita

BMKG dan Kementerian Pertanian Perkuat Sinergi Data Iklim dan Teknologi Cuaca untuk Ketahanan Pangan Nasional

20 November 2025

Linda Juliawanti

Berita

BMKG dan Kementerian Pertanian Perkuat Sinergi Data Iklim dan Teknologi Cuaca untuk Ketahanan Pangan Nasional

Jakarta, 20 November 2025 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Kementerian Pertanian (Kementan) RI sepakat memperkuat kolaborasi strategis dalam pemanfaatan informasi cuaca, iklim, dan geofisika untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Hal tersebut ditegaskan dalam audiensi strategis Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, bersama Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Dalam paparannya, Faisal menjelaskan bahwa BMKG kini memiliki lebih dari 10.000 instrumen pengamatan, mulai dari radar cuaca hingga Automatic Weather Station (AWS), yang menghasilkan informasi penting bagi sektor pertanian. Infrastruktur ini dapat memberikan data prediksi curah hujan, prakiraan musim, indeks kekeringan, dinamika ENSO dan IOD, hingga analisis geofisika.
Menurut Faisal, seluruh data ini, harus mampu diterjemahkan menjadi panduan operasional yang mudah digunakan petani.

“Informasi tersebut harus bersifat actionable, mudah dipahami, dan dapat langsung dimanfaatkan oleh penyuluh dan petani di lapangan,” ujar Faisal.

Pada kesempatan ini, BMKG juga memperkenalkan inovasi teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan Big Data radar cuaca BMKG yang memungkinkan akses informasi hingga tingkat desa. Melalui chatbot yang tersedia di aplikasi layanan, petani dapat menanyakan waktu tanam berbasis data radar 10 menit di lokasi spesifik mereka. Sistem ini juga mampu melakukan siaran informasi otomatis ke grup WhatsApp para penyuluh untuk mempercepat penyebaran rekomendasi tanam.

“Ini adalah kolaborasi sebenarnya dengan Pemerintah Daerah (Pemda), kita melibatkan Pertanian dan para penyuluh. Materinya itu sebenarnya adalah blending antara bagaimana memahami informasi iklim kemudian mengimplementasikannya ke dalam bahasa pertanian,” ungkapnya.

Selain aspek informasi iklim, BMKG menekankan pentingnya operasi modifikasi cuaca (OMC) sebagai instrumen pendukung pertanian nasional. OMC dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan curah hujan di wilayah tampungan air atau menahan hujan menjelang panen agar hasil tidak rusak.

Merujuk pada praktik internasional seperti Royal Rainmaking di Thailand, Faisal menyampaikan bahwa Indonesia sudah memiliki pengalaman OMC untuk mendukung produksi pangan, termasuk pada periode El Nino 2007. Ia menilai Indonesia perlu membangun sistem yang terintegrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas nasional.

Di sisi lain, diskusi juga menyinggung tantangan pengelolaan irigasi yang masih terfragmentasi akibat pembagian kewenangan antara pusat, provinsi, dan kabupaten. Kondisi ini membuat air kerap tidak tersalurkan secara optimal hingga ke lahan pertanian. Menanggapi hal tersebut, Faisal menekankan bahwa keberhasilan revitalisasi irigasi dapat lebih tercapai jika dikaitkan dengan informasi iklim, mulai dari prakiraan hujan hingga peringatan dini kekeringan yang rutin disiapkan BMKG.

Dalam pertemuan ini, BMKG dan Kementan sepakat untuk mengintegrasikan tiga sumber data utama, data lapangan penyuluh, citra satelit pemantauan lahan, dan data serapan pupuk sebagai indikator aktivitas tanam. Dengan integrasi tersebut, kedua lembaga berharap prediksi pola tanam dan estimasi produksi dapat disusun lebih akurat, sekaligus menjadi dasar bagi kebijakan pangan yang lebih presisi.

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menyambut positif pemaparan BMKG dan menegaskan bahwa data iklim berperan krusial dalam penentuan waktu tanam, mitigasi gagal panen, dan stabilitas produksi. Ia mendorong penguatan mekanisme komunikasi cepat agar penyuluh dapat menerima informasi cuaca secara langsung melalui grup daring dan dashboard data yang sedang dikembangkan Kementan.

Ia menegaskan bahwa ekosistem digital Kementan akan memastikan informasi BMKG dapat disebarkan langsung melalui grup-grup WhatsApp penyuluh di desa. Sudaryono juga menyoroti perlunya perubahan strategi distribusi bantuan pertanian, terutama pompanisasi. Dengan dukungan data BMKG, ia mendorong pendekatan top-down berbasis peta hidrologi dan cuaca.

Lebih jauh, Sudaryono menegaskan perlunya adopsi model Royal Rainmaking Thailand, terutama untuk memastikan waduk-waduk terisi penuh sebelum musim kemarau.

“Menjelang musim kemarau, semua waduk harus dipastikan penuh melalui modifikasi cuaca. Tidak boleh ada waduk kosong,” ujarnya.

Sebagai langkah konkret, BMKG dan Kementan sepakat menyusun Nota Kesepahaman (MoU) serta menyiapkan pilot project integrasi data dan modifikasi cuaca di Kabupaten Indramayu sebagai proyek percontohan nasional. Pertemuan tersebut turut dihadiri Plt. Sestama BMKG Guswanto, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto, Direktur Layanan Iklim Terapan Marjuki, serta jajaran pimpinan Kementerian Pertanian.

Menutup pertemuan, Faisal menegaskan kesiapan BMKG untuk menjadi sistem pendukung utama sektor pertanian melalui penyediaan prakiraan cuaca dan iklim, validasi data satelit, layanan iklim terapan, hingga dukungan teknis operasi modifikasi cuaca. Sinergi ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan resiliensi pertanian dalam menghadapi variabilitas dan perubahan iklim.

Berita Lainnya

Dari Pembaruan Data Cuaca hingga OMC, BMKG Tegaskan Komitmen Percepatan Penanganan Longsor Cilacap

Dari Pembaruan Data Cuaca hingga OMC, BMKG Tegaskan Komitmen Percepatan Penanganan Longsor Cilacap

Siswa SD Rabbaniyun Jelajah BMKG, Serunya Belajar Cuaca, Iklim, dan Gempa!

Siswa SD Rabbaniyun Jelajah BMKG, Serunya Belajar Cuaca, Iklim, dan Gempa!

BMKG Dukung Kesiapsiagaan Daerah dengan Informasi Cuaca Real-Time

BMKG Dukung Kesiapsiagaan Daerah dengan Informasi Cuaca Real-Time