Gunungkidul - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) Operasional yang berlangsung di Kepanewon (Kecamatan) Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Rabu, (19/8).
SLI Operasional ini bertujuan untuk meningkatkan Pemahaman lnformasi lklim dan Cuaca bagi Penyuluh Pertanian, POPT dan Petani di Dukuh Silingi, Kelurahan Umbulrejo, Kapanewon Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tercatat, sebanyak 30 peserta yang terdiri dari 25 petani, 3 Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), 1 Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dan 1 (Bintara Pembina Desa) Babinsa mengikuti kegiatan SLI Operasional yang diselenggarakan oleh Stasiun Klimatologi Sleman untuk kali kedua.
Kepala Stasiun Klimatologi Sleman Reni Kraningtyas mengatakan bahwa kegiatan SLI di wilayah DIY ini juga direncanakan berlangsung di Kecamatan Rongkop dan Gedangsari. BMKG DIY akan mendampingi para petani di daerah tersebut dalam melakukan tanam di musim kemarau ini, agar dapat diperoleh hasil panen yang optimal dalam kondisi kurang hujan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati berkesempatan membuka secara langsung kegiatan SLI yang juga di hadiri oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kab. Gunungkidul Bambang Wisnu Broto. Turut serta hadir melalui video conference Deputi Klimatologi BMKG Herizal, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Nasrullah, Kepala Balai Besar MKG Wilayah II Hendro Nugroho serta Pejabat Eselon III & IV di lingkungan BMKG.
Dalam sambutannya, Dwikorita menyampaikan bahwa pemahaman informasi iklim dan cuaca bagi petani akan menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas produksi pertanian. "Dengan memahami informasi cuaca dan iklim yang dikeluarkan oleh BMKG, bapak ibu dapat memutuskan kapan harus mulai tanam. Kalau kita tahu seminggu lagi sudah masuk hujan kita bisa memutuskan, kalau kita tahu ini masih musim kering terus kita juga bisa memutuskan, apakah saya harus menanam di musim kering atau jika memang ingin menanam apa yang harus ditanam," ujar Dwikorita.
Dwikorita mengajak para peserta untuk menggunakan aplikasi InfoBMKG dan media sosial BMKG di ponsel mereka untuk mendapatkan informasi cuaca dan iklim yang cepat serta akurat. "Disitu ada informasi-informasi rutin baik cuaca sampai seminggu ke depan sampai informasi iklim, jadi kita bisa tahu kapan masuk puncak musim kemarau. Jadi mohon sering memonitor infoBMKG baik dari aplikasi mobile ataupun dari media sosial," imbuhnya.
Kepala BMKG menjelaskan terkait kesuksesan program SLI yang berlangsung di Kab. Temanggung. Melalui edukasi dan panduan dari petugas BMKG, petani dapat menyesuaikan waktu tanam sehingga panen mundur satu bulan. Hal ini berujung dengan keuntungan yang diraih oleh petani bawang di Kab. Temanggung.
"Keuntungannya apa? Saat mereka panen, pesaingnya sudah tidak ada. Di tempat-tempat lain baik di Temanggung, Brebes, ataupun kabupaten di sekitarnya stok bawang merah sudah habis. Jadi petani yang baru panen di Temanggung ini akhirnya harganya melompat dari yang biasanya Rp 13.000 sampai Rp 14.000 harganya menjadi Rp 22.000 hingga Rp 23.000 per kilogram. Bahkan mereka bisa mengupah buruh tani sebesar Rp 100.000 per hari. Tentu ini sangat dirasakan manfaatnya, terlebih di saat kondisi pandemi seperti ini," ungkap Dwikorita.
Di akhir kegiatan, Dwikorita mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama-sama memahami cuaca dan iklim melalui berbagai cara. Dia pun berharap kegiatan ini nantinya dapat berlangsung secara rutin dan merata di seluruh wilayah Indonesia.