BALI (26 Mei 2022) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mendorong seluruh negara membangun ketangguhan secara total atau holistik usai pandemi Covid-19. Tidak hanya tangguh secara ekonomi, namun juga ketangguhan secara sosial budaya dan lingkungan. Termasuk didalamnya ketangguhan bencana guna mengurangi risiko dan kerugian yang ditimbulkan. Terlebih, kata dia, dunia tengah menghadapi berbagai ancaman bencana akibat dampak perubahan iklim.
"Untuk membangun ketangguhan secara total di level internasional, maka antar negara tidak bisa berupaya sendiri-sendiri atau saling bersaing. Sebaliknya, harus saling bahu membahu, gotong royong untuk mewujudkan hal tersebut," ungkap Dwikorita saat menyampaikan catatan penutup dalam acara The 3rd Multi Hazard Early Warning Conference di Bali, Selasa (24/5).
Dwikorita memaparkan, sedikitnya ada lima rumusan cara yang dapat dilakukan untuk membangun ketangguhan holistik tersebut. Pertama, membangun sistem peringatan dini yang handal, untuk menghindari dampak dan mengurangi risiko bencana. Menurutnya, negara-negara terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 akan jauh lebih terpuruk jika sistem peringatan dini tidak dipersiapkan dengan baik.
Kedua, terkait kebutuhan anggaran dalam penguatan maupun pembangunan sistem peringatan dini tersebut, perlu adanya skema pembiayaan yang tepat dan tidak memberatkan bagi negara-negara berkembang, tertinggal, dan kepulauan. Systematic Observations Financing Facilities (SOFF) yang digagas oleh organisasi meteorologi dunia (WMO) merupakan salah satu contoh fasilitas pendanaan yang berkeadilan.
Ketiga, lanjut Dwikorita, kerjasama dan pelibatan semua elemen masyarakat mutlak diperlukan. Pemerintah-swasta-sektor-media-akademisi-komunitas, khususnya untuk layanan hidrometeorologi, harus ditingkatkan di tingkat regional dan/atau negara. Hal ini, kata dia, dapat dicapai melalui komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan dengan menyelaraskan seluruh aktivitas dengan tujuan yg beroroentasi ke pembangunan yang berkelanjutan.
"Paritisipasi aktif dari kelima unsur tersebut menjadi kunci dalam manajemen bencana. Kolaborasi diantara kelima unsur tersebut yaitu dengan membangun kesadaran bersama bahwa saat ini di level global,
kawasan atau level negara yang tengah menghadapi ancaman multi bencana," ujarnya.
"Dengan memiliki pemahaman yang sama antara seluruh unsur tersebut, maka berbagai upaya pencegahan, mitigasi, dan strategi dalam menghadapi bencana dapat diterapkan dengan baik sehingga bisa menekan potensi timbulnya korban atau bahkan mencapai "zero victim" saat bencana terjadi," tambahnya.
Sementara itu, rumus keempat yang bisa dilakukan adalah dengan membangun solidaritas global untuk berbagi kapasitas dan berbagi sumber daya guna mengatasi tantangan global tersebut. Menurut Dwikorita, uluran tangan dengan semangat kemanusiaan dapat menjadi solusi untuk mencapai kualitas ketahanan total bersama, tangguh bersama, tumbuh bersama, dan sejahtera bersama di dunia pascapandemi.
"Indonesia siap berkontribusi demi kepentingan global melalui pelatihan, peningkatan literasi, peningkatan kapasitas SDM, maupun pembangunan/pengembangan teknologi bersama dengan negara-negara lain. Khususnya negara-negara berkembang dan kepulauan," terangnya.
Sedangkan rumusan kelima adalah dengan mendorong peningkatan peran dan efektivitas kepemimpinan di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional dalam memperkuat manajamen bencana. Mulai dari prabencana, saat tanggap darurat hingga masa pemulihan.
Dwikorita berharap, forum yang telah berlangsung selama tiga hari tersebut dapat segera ditindaklanjuti bersama dan berkontribusi signifikan dalam membuat dunia lebih aman, untuk generasi saat ini dan generasi berikutnya. (*)