
Kembali ke Siaran Pers
Kejadian Longsor di Cilacap, BMKG Ungkap Faktor Penyebab!
15 November 2025
Dwi Herlambang
Siaran Pers

SIARAN PERS
Jakarta, 15 November 2025 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat adanya hujan berintensitas tinggi di wilayah Kabupaten Cilacap dan sekitarnya, pada Kamis (13/11). Kondisi hujan yang juga berlangsung dalam beberapa hari sebelumnya turut berpotensi meningkatkan kadar air dalam tanah, sehingga secara umum dapat meningkatkan kondisi rentan dan berkontribusi pada terjadinya tanah longsor di lokasi tersebut.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyampaikan bahwa pengamatan di Pos Hujan Majenang menunjukkan curah hujan cukup tinggi, yakni masing-masing 98,4 mm/hari dan 68 mm/hari pada 10–11 November 2025. Setelah itu, wilayah tersebut masih mengalami hujan ringan yang mempertahankan kondisi tanah tetap basah hingga akhirnya terjadi pergerakan tanah yang memicu longsor.
“Rangkaian hujan tersebut membuat kondisi tanah semakin basah dan lereng menjadi lebih rentan terhadap pergerakan,” ujar Guswanto di Jakarta, Sabtu (15/11).
Dari sisi kondisi atmosfer, pola cuaca beberapa hari terakhir memang mendukung terbentuknya awan hujan di wilayah Jawa Tengah. Aktivitas fenomena MJO (Madden Jullian Oscillation) yang sedang melintas serta gelombang atmosfer lain di kawasan yang sama ikut memperkuat proses pembentukan awan tersebut. Pada skala yang lebih luas, peningkatan hujan juga dipengaruhi adanya pusaran angin di perairan barat Lampung dan selatan Bali, serta zona belokan angin di sekitar Jawa yang membuat pertumbuhan awan semakin intens.
“Kondisi atmosfer tersebut mendorong terbentuknya awan konvektif yang dapat menimbulkan hujan sedang hingga lebat, disertai kilat atau petir serta angin kencang,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menyampaikan bahwa hasil pemantauan atmosfer menunjukkan kelembapan udara yang sangat tinggi pada beberapa lapisan, yakni 850 mb, 700 mb, dan 500 mb, dengan nilai mencapai 70–100 persen. Kondisi udara yang basah di berbagai ketinggian ini mendukung pembentukan awan hujan dalam jumlah besar, sehingga meningkatkan potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat dan angin kencang.
Sejalan dengan kondisi tersebut, BMKG telah mengeluarkan Peringatan Dini Cuaca dan Iklim Ekstrem yang menyebutkan bahwa wilayah Cilacap, termasuk Kecamatan Majenang, berpotensi mengalami cuaca ekstrem pada periode 11–20 November 2025. “Pada rilis tersebut juga disampaikan bahwa hujan sedang hingga lebat diperkirakan dapat terjadi kembali pada 19–22 November 2025,” ujar Andri.
Memperhatikan situasi ini, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung penanganan darurat pascabencana tanah longsor yang saat ini dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) diusulkan sebagai solusi efektif mengurangi ancaman hujan deras atau cuaca ekstrem dengan menurunkan intensitas curah hujan sebelum masuk ke daerah terdampak longsor.
“Skema penerapan OMC yang disiapkan berfokus pada pengamanan daerah bencana longsor sehingga daerah Majenang terbebas dari hujan deras yang berpotensi memicu longsor susulan atau mengganggu proses evakuasi,” terang Seto.
Nantinya, pos komando (posko) dan penempatan pesawat terbang diusulkan berlokasi di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung karena lebih strategis serta memiliki jarak tempuh penerbangan menuju area terdampak yang lebih optimal untuk pengamanan longsor. Demi memastikan kelancaran dan efektivitas OMC, BMKG mendorong pemerintah daerah segera menempuh prosedur resmi dengan menetapkan Status Siaga Darurat Bencana bagi wilayah yang menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi.
Kemudian, gubernur di wilayah terdampak mengajukan permohonan resmi pelaksanaan OMC kepada BNPB dan BMKG. Setelah permohonan disetujui, OMC dapat segera dilaksanakan.
“Pelaksanaan teknis operasi akan disupervisi dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh BMKG, sementara BNPB akan memfasilitasi pendanaan operasional menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) yang diperuntukkan bagi penanganan darurat bencana,” kata Direktur Operasional Modifikasi Cuaca BMKG Budi Harsoyo.
Lebih lanjut, Kepala Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Bagus Pramujo, menambahkan bahwa BMKG terus memberikan dukungan kepada BASARNAS, BPBD, BNPB, dan instansi daerah dalam penanganan di lapangan. Dukungan tersebut berupa penyediaan informasi prakiraan cuaca harian yang lebih rinci dan difokuskan untuk wilayah Desa Cibeunying guna membantu kelancaran proses evakuasi yang sedang berlangsung.
“BMKG juga telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada hari ini (15/11) dan terus memperbarui prakiraan cuaca harian. Informasi meteorologis yang tepat waktu sangat dibutuhkan untuk mendukung mitigasi dan mengantisipasi kemungkinan longsor susulan,” jelasnya.
Sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pemantauan dan penyampaian informasi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, BMKG secara berkelanjutan menerbitkan prakiraan cuaca serta peringatan dini terkait potensi hujan lebat dan risiko bencana hidrometeorologi. Informasi tersebut disebarkan melalui kanal resmi agar dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait dan digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kewaspadaan, mendukung proses evakuasi, serta mengantisipasi potensi longsor lanjutan.
Waspada Dampak Bibit Siklon
Di sisi lain, Deputi Meteorologi Guswanto menjelaskan, BMKG mendeteksi adanya dua Bibit Siklon Tropis, yakni 97S dan 98S, yang saat ini aktif di dekat wilayah Indonesia. Meskipun kedua bibit siklon ini memiliki potensi rendah untuk berkembang menjadi siklon tropis dalam 72 jam ke depan, dampaknya (baik langsung maupun tidak langsung) tetap signifikan memicu cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia.
Adapun dampak cuaca ekstrem ini diperkirakan berlangsung pada 15-16 November 2025. Masyarakat diimbau untuk waspada terhadap potensi hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi.
“Meskipun kedua bibit siklon tersebut diperkirakan memiliki peluang kecil berkembang menjadi siklon tropis, kondisi pendukung seperti suhu muka laut yang hangat serta aktivitas MJO yang meningkat tetap memicu dampak nyata berupa hujan lebat dan gelombang tinggi di sejumlah wilayah,” ujar Guswanto.
Bibit Siklon 97S dapat memberikan dampak cuaca signifikan hingga 2 hari ke depan berupa Hujan Lebat–Sangat Lebat berpotensi terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT); Hujan Sedang – Lebat berpotensi terjadi di wilayah Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bali, dan NTB; Angin Kencang berpotensi terjadi di NTB dan NTT; serta Gelombang Sedang (1.25 – 2.5 m) berpotensi terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa hingga NTT, Perairan selatan Jawa hingga NTT, Selat Bali bagian selatan, Selat Sumba bagian barat, dan Laut Sawu.
Sementara dampak tidak langsung dari Bibit Siklon 98S hingga 2 hari depan adalah potensi Gelombang Tinggi (2.5 – 4.0 m) di Samudra Hindia barat Lampung dan Samudra Hindia; Gelombang Sedang (1.25 – 2.5 m) berpotensi di Samudra Hindia barat Aceh hingga Bengkulu, Perairan barat Aceh hingga Lampung, dan Selat Sunda bagian selatan; Hujan Sedang – Lebat berpotensi terjadi di wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, dan Jawa Barat; dan Angin Kencang berpotensi terjadi di wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, dan Jawa Barat bagian selatan.
Berdasarkan analisis tersebut serta munculnya beberapa kejadian tanah longsor di Cilacap dan wilayah lain dalam beberapa hari terakhir, BMKG mengimbau seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat, media, dan masyarakat, untuk memperkuat koordinasi dan meningkatkan kesiapsiagaan bersama agar risiko bencana dapat ditekan di masa mendatang.
Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama
Instagram: @infoBMKG
X: @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook: InfoBMKG
YouTube: infoBMKG
TikTok: infoBMKG