Kembali ke Analisis Spektral (SA)

Analisis Spektral Gempa Bumi Kertasari Kab. Bandung 18 September 2024

18 October 2024

Seismologi Teknik

Analisis Spektral (SA)

Analisis Spektral Gempa Bumi Kertasari Kab. Bandung 18 September 2024

Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa bumi ini memiliki kekuatan Magnitudo 4.9 dengan episenter yang terletak pada koordinat 7,23° LS dan 107,65° BT. Gempa ini berlokasi di darat, sekitar 25 km tenggara Kabupaten Bandung, pada kedalaman 10 km di bawah permukaan tanah. Gambar diatas merupakan sinyal akselerograf stasiun Pamulihan (MGJR), BPBD Garut (GTJN), Pasir Jambu (PBJI) yang merupakan tiga stasiun akselerograf terdekat yang merekam kejadian gempabumi tersebut.

Peak Spectral Acceleration (PSA) adalah parameter seismik yang sangat penting dalam konteks geoteknik dan geofisika karena menggambarkan respons tanah dan struktur bangunan terhadap frekuensi tertentu dari gelombang seismik selama gempa bumi. PSA mencerminkan percepatan maksimum yang dialami oleh suatu titik di permukaan tanah atau bangunan pada periode tertentu, yang biasanya berkaitan erat dengan karakteristik sumber gempa, jalur penjalaran gelombang, dan kondisi tanah setempat. Nilai PSA yang tinggi menunjukkan adanya amplifikasi getaran pada frekuensi tertentu, yang dapat mengindikasikan potensi kerusakan lebih besar, terutama pada bangunan yang memiliki resonansi alami yang sesuai dengan frekuensi tersebut.

Pada grafik yang ditampilkan Gambar 2, terdapat perbandingan antara respon spektra akselerometer yang terekam di tiga stasiun MGJR, GTJN, dan PBJI serta desain spektra gempa sesuai SNI 2019 (2/3 SNI) untuk berbagai jenis tanah: Class C, Class D, dan Class E. Ketiga kelas tanah ini merepresentasikan jenis tanah dengan karakteristik yang berbeda, di mana, Class C adalah tanah dengan kekerasan sedang, seperti tanah berpasir atau lanau yang padat. Class D adalah tanah dengan kekerasan yang lebih rendah seperti lempung atau tanah liat yang lebih lunak. Class E adalah tanah yang sangat lunak, seperti endapan organik atau tanah yang sangat lepas.

Pada Stasiun MGJR (Garut), grafik menunjukkan bahwa respon spektra akselerometer untuk komponen HNN dan HNE memiliki nilai yang lebih tinggi pada periode pendek (0 hingga 0,5 detik) dibandingkan dengan desain spektra SNI untuk Class C, D, dan E. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di sekitar stasiun MGJR cenderung mengalami amplifikasi getaran yang lebih tinggi pada periode pendek, yang merupakan karakteristik dari tanah lunak atau sedimen tebal. Kelas tanah Class D dan E, yang mewakili kondisi tanah lebih lunak, memiliki spektra desain yang lebih tinggi dibandingkan Class C, menandakan bahwa bangunan di atas tanah lunak ini berisiko lebih besar terhadap kerusakan jika tidak didesain dengan baik. Keseluruhan respon spektra yang lebih tinggi dari desain SNI mengindikasikan bahwa tanah di wilayah ini berpotensi mengalami amplifikasi getaran lebih besar, meningkatkan risiko kerusakan struktur bangunan yang tidak diperkuat.

Pada stasiun GTJN, terlihat bahwa respon spektra akselerometer masih berada di atas desain spektra SNI untuk tanah Class D dan E pada periode pendek hingga menengah (0 hingga 1 detik). Ini menandakan bahwa wilayah ini juga dipengaruhi oleh kondisi tanah yang memungkinkan terjadinya amplifikasi gelombang seismik yang cukup signifikan. Perbandingan ini menunjukkan bahwa tanah di sekitar stasiun GTJN mungkin terdiri dari sedimen yang lebih tebal atau tanah yang lebih lunak, seperti lempung atau endapan aluvial. Hal ini mempertegas pentingnya perencanaan desain bangunan yang mempertimbangkan amplifikasi lokal, terutama untuk bangunan-bangunan tinggi yang rentan terhadap frekuensi getaran tersebut.

Pada stasiun PBJI, respon spektra akselerometer berada di bawah desain spektra SNI untuk Class E, tetapi masih lebih tinggi dari desain spektra untuk Class C dan D pada periode pendek hingga menengah. Ini menunjukkan bahwa amplifikasi getaran tanah masih terjadi, tetapi dengan intensitas yang lebih rendah dibandingkan MGJR dan GTJN. Wilayah ini kemungkinan memiliki lapisan tanah yang kurang lunak dibandingkan wilayah Garut, tetapi masih rentan terhadap amplifikasi getaran. Desain spektra SNI untuk Class E yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa tanah di wilayah ini, meskipun tidak sekeras tanah di Class C atau D, masih membutuhkan perhatian khusus dalam desain struktural bangunan.

Dari ketiga stasiun akselerograf, dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah lunak dan tebal di wilayah Garut, khususnya di sekitar stasiun MGJR dan GTJN, menyebabkan amplifikasi getaran yang lebih besar pada periode pendek hingga menengah. Ini meningkatkan risiko kerusakan bangunan jika tidak didesain dengan baik, sesuai standar yang lebih tinggi seperti SNI Class D atau E. Pada stasiun PBJI di Bandung, meskipun amplifikasi masih terjadi, namun intensitasnya lebih rendah, yang mungkin disebabkan oleh kondisi tanah yang lebih padat atau lapisan sedimen yang tidak terlalu tebal. (Gambar 2)

Perbandingan respon spektra akselerasi dan desain gaya pada stasiun MGJR akibat gempabumi Kertasari

Perbandingan respon spektra akselerasi dan desain gaya pada stasiun GTJN akibat gempabumi Kertasari

Perbandingan respon spektra akselerasi dan desain gaya pada stasiun PBJI akibat gempabumi Kertasari

Analisis Spektral (SA) Lainnya

Analisis Spektral Gempa Bumi Kertasari Kab. Bandung 18 September 2024

Analisis Spektral Gempa Bumi Kertasari Kab. Bandung 18 September 2024

Analisis Spektral Gempa Bumi Laut Barat Daya Garut 27 April 2024

Analisis Spektral Gempa Bumi Laut Barat Daya Garut 27 April 2024