Analisis Suhu Panas dan Potensi Cuaca Signifikan di Sebagian Wilayah Indonesia Sepekan ke Depan

  • Rama Aditya
  • 03 Mei 2024

SIARAN PERS

Jakarta, 03 Mei 2024 - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66% Zona Musim akan memasuki periode Musim Kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024. "Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024." ungkap Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto di Jakarta (03/05/2024).

Mencermati kejadian fenomena gelombang panas yang terjadi di sebagian wilayah Asia dalam sepekan terakhir, Guswanto menambahkan bahwa fenomena gelombang panas tersebut tidak terkait dengan kondisi suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia. Hal ini karena fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan merupakan fenomena yang bersiklus terjadi setiap tahun sebagai akibat dari adanya gerak semu matahari dan kondisi cuaca cerah pada siang hari.

Lebih lanjut, Guswanto menjelaskan bahwa istilah gelombang panas menurut World Meteorological Organization (WMO) merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut, dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih. Fenomena gelombang panas ini umumnya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa, Amerika, dan sebagian wilayah Asia. Secara meteorologis, hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah dekat permukaan akibat anomali dinamika atmosfer, sehingga aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas, misalnya pada sistem tekanan tinggi skala luas dalam periode cukup lama. Kondisi atmosfer tersebut sulit terjadi di wilayah Indonesia yang berada di wilayah ekuator.

Berdarkan data BMKG, kondisi suhu panas di wilayah Indonesia dengan nilai di atas 36°C tercatat pada beberapa wilayah, seperti di Deli Serdang (Sumatera Utara) 37,1 °C, Medan (Sumatera Utara) 36,6 °C, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) 36,6 °C, Sidoarjo (Jawa Timur) 36,6 °C dan Bengkulu sebesar 36,6 °C.

Meskipun beberapa wilayah mengalami cuaca yang panas, potensi hujan sedang-lebat di sebagian wilayah Indonesia masih ada, tambahnya. Guswanto menyampaikan dalam sepekan terakhir bulan April 2024, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat masih terjadi di beberapa wilayah, seperti di Kerinci (Jambi) 83,8 mm/hari, Manado (Sulawesi Utara) 80mm/hari, Aceh Besar (Aceh) 130mm/hari, Sorong (Papua Barat) 91.0 mm/hari, Minangkabau (Sumatera Barat) 84 mm/hari, Kufar (Maluku) 83 mm/hari, dan Indragiri (Riau) sebesar 92 mm/hari.

Sementara itu Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani menyampaikan bahwa memasuki awal Mei 2024 ini, potensi hujan dengan intensitas lebat masih dapat terjadi dalam sepekan kedepan di beberapa wilayah Indonesia, seperti di sebagian Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Kondisi ini dipicu oleh aktivitas gelombang atmosfer, yaitu gelombang ekuatorial Rossby dan gelombang Kelvin, Madden-Julian Oscillation (MJO), dan sirkulasi siklonik yang membentuk daerah perlambatan dan pertemuan angin, khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.

"Mengingat potensi cuaca ekstrem berupa hujan lebat masih dapat terjadi di Indonesia, sedangkan sebagian wilayah lain masih berpotensi mengalami fenomena suhu panas, maka masyarakat diimbau untuk tetap tenang namun selalu waspada terhadap potensi bencana, serta terus memantau informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi infoBMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail,".

Bidang Hubungan Masyarakat
Biro Hukum dan Organisasi

Info Lainnya

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG