
Kembali ke Berita
Takalar Siaga Gempa Bumi, BMKG Bangun Budaya Sadar Bencana lewat Sekolah Lapang
09 October 2025
Annisa Amalia Zahro
Berita

Takalar, 9 Oktober 2025 – Sebagai wilayah yang memiliki struktur patahan aktif, wajib bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Takalar siaga gempa bumi.
Kepala Stasiun Geofisika Gowa Rosa Amelia, S.Si., M.T. menyampaikan adanya Sesar Walanae Barat, Sesar Walanae Timur, dan Sesar Selayar menjadi faktor yang memengaruhi aktivitas seismik di wilayah Sulawesi Selatan tersebut.
“Peta patahan aktif Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM juga mengidentifikasi adanya patahan mendatar di lepas pantai Jeneponto yang lokasinya berdekatan dengan wilayah pesisir Takalar,” ungkap Rosa pada pembukaan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) BMKG Tahun 2025 di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Potensi terjadinya gempa bumi di Takalar pada masa mendatang diperkuat dari catatan sejarah yang menunjukkan bahwa aktivitas teknonik di wilayah Takalar dan sekitarnya terjadi berulang. Seperti tahun 1997 terjadi gempa darat dengan magnitudo 4,3 pada kedalaman sekitar 30 kilometer; gempa 1968 yang terjadi tidak jauh dari perairan Takalar dengan magnitudo 4,8 pada kedalaman 25 kilometer; serta gempa kecil lainnya yang tercatat dalam katalog kegempaan.
“Guncangan dari gempa yang bersumber dari sesar Walanae pernah dirasakan cukup luas di Sulawesi Selatan. Berdasarkan scenario shakemap, Takalar berpotensi mengalami guncangan gempabumi kuat yang dapat menyebabkan kerusakan ringan hingga sedang akibat patahan aktif sesar Walanae maupun Flores Backarc Thrust,” tambahnya.
Berdasarkan scenario pemodelan, sebagian wilayah Takalar memiliki resiko genangan terutama akibat gempa besar dari sumber Flores Backarc Thrust Lombok Sumbawa, sehingga potensi ancaman terhadap kehidupan masyarakat di wilayah Takalar tidak dapat diabaikan.
Potensi ini harus diantisipasi seluruh masyarakat karena Takalar memiliki kawasan pesisir yang padat penduduk, infrastruktur vital, serta lahan pertanian dan perikanan yang menjadi tumpuan utama perekonomian masyarakat. Apabila terjadi gempabumi dengan kekuatan signifikan, dampaknya bisa meluas pada aspek sosial, ekonomi, dan pembangunan daerah.
Maka dari itu, BMKG melalui Stasiun Geofisika Kelas II Gowa menggelar SLG sebagai upaya penguatan kesiapsiagaan dengan membangun budaya sadar bencana berbasis ilmu pengetahuan dan partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah. Kegiatan ini diikuti oleh 38 peserta yang terdiri dari unsur BPBD Takalar, Polres, Kodim, Camat, Kepala Desa, sekolah-sekolah, masyarakat di wilayah rawan bencana, serta media lokal.
“Kegiatan ini sejalan dengan upaya pemerintah pusat dan DPR RI untuk mendukung peningkatan kapasitas daerah dalam menghadapi ancaman bencana berbasis ilmu pengetahuan dan partisipasi masyarakat,” ungkap anggota Komisi V DDPR RI Drs. Hamka B. Kady, M.S..
Kegiatan SLG ini meliputi sesi paparan dan diskusi mengenai potensi kegempaan dan tsunami di wilayah Takalar, sistem dan produk informasi gempabumi serta peringatan dini tsunami BMKG, dan strategi kesiapsiagaan menghadapi bencana. Tak hanya itu, seluruh peserta juga mempraktikkan Table Top Exercise (TTX) yang menyimulasikan kejadian gempa bumi kuat berdampak di wilayah Takalar, di mana mereka berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan cepat dan koordinasi lintas instansi.
BMKG juga menyerahkan Peta Bahaya Tsunami Desa Sawakung Beba dan Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar kepada pemerintah daerah yang diwakili oleh BPBD Takalar. Penyerahan ini menjadi salah satu langkah strategis dalam memperkuat kesiapsiagaan dan penyebarluasan informasi kebencanaan kepada masyarakat pesisir.
Penyelenggaraan Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami 2025 menjadi bagian penting dari strategi membangun kesiapsiagaan di tingkat daerah. Dengan memahami kondisi geologi dan sejarah kegempaan Takalar, diharapkan seluruh lapisan masyarakat dapat menyadari bahwa bencana gempabumi bukanlah sesuatu yang jauh atau tidak mungkin terjadi, melainkan ancaman nyata yang perlu diantisipasi bersama.
BMKG berharap kegiatan ini turut meningkatkan koordinasi yang semakin erat antara pemerintah daerah, aparat keamanan, lembaga pendidikan, media, dan komunitas masyarakat. Dengan kolaborasi lintas sektor yang kuat, respon terhadap bencana dapat dilakukan lebih cepat, tepat, dan terkoordinasi, sehingga risiko korban jiwa maupun kerugian material dapat diminimalkan.