Kamis, (22/12). Gempabumi yang terjadi Pidie Jaya Aceh 7 Desember 2016 lalu pada pukul 05:03:36 WIB dengan kekuatan M=6.5 merupakan salah satu gempa yang menyebabkan kerusakan cukup berat sehingga memakan korban jiwa yang cukup banyak. Gempabumi Pidde Jaya merupakan gempa bumi dangkal akibat sesar lokal yang dibangkitkan oleh aktivitas mendatar (strike-slip-fault).
Dari kejadian gempa bumi inilah, BMKG menyelenggarakan seminar geofisika yang nantinya diharapkan melalui kegiatan ini dapat membentuk pemahaman yang lebih baik terkait penyebab gempa bumi Pidie Jaya Aceh serta identifikasi sesar lokal Pidde Jaya serta membentuk kolaborasi dan kerjasama yang baik antar kementerian/lembaga/universitas dan media untuk membangun rantai komunikasi resiko bencana sehingga dapat mengurangi resiko bencana gempa bumi.
Seperti yang diutarakan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Drs. Mochammad Riyadi, M.Si bahwa kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan kita terhadap kejadian gempabumi karena di wilayah Indonesia memiliki banyak sesar aktif baik yang teah diidentifikasi, maupun yang belum teridentifikasi dan dapat berpeluang terjadi di lokasi yang berbeda.
Kegiatan yang mengusung tema "Pentingnya Identifikasi Sesar Aktif untuk Mitigasi Bencana Gempabumi" ini memiliki tujuan untuk Memberikan pemahaman tentang penyebab gempa merusak Pidie Jaya Aceh 7 Desember 2016; Memberikan gambaran neotektonik dan sejarah Gempa Aceh dalam kaitannya dengan Gempa Pidie Jaya Aceh 7 Desember 2016; Memberikan gambaran tentang perubahan pola deformasi pasca gempa 2004 dan dampaknya terhadap peningkatan potensi gempa di daratan Aceh; Memberikan informasi hasil survey Gempa Pidie Jaya serta validasi parameter gempa dengan data survey makroseismik, serta Mengkaji pelajaran penting dari Gempa Pidie Jaya Aceh bagi komunikasi risiko bencana.
"BMKG telah mengembangkan precussor gempabumi dan telah mengembangkan metode-metode yang baru tetapi belum dapat menghasilkan yang pasti terkait gempa bumi, seperti yang diutarakan Kepala BMKG saat ditanya oleh Menteri Perhubungan RI apakah gempa bisa diprediksi?,"tutur Andi Eka Sakya saat memberikan pengarahan sekaligus membuka acara pada Kamis pagi itu.
Lebih lanjut, Andi Eka Sakya menuturkan perlu adanya sikap antisipasi terhadap bencana gempa bumi walaupun gempabumi belum dapat diprediksi, tetapi setidaknya diharapkan dapat mengurangi resiko bencana.
Andi Eka Sakya pun mengharapkan, pertemuan- pertemuan seperti ini tidak hanya sebagai tempat untuk membahas bagaimana sesarnya dan menyamakan apa penyebabnnya tetapi yang paling penting adalah menyadarkan kepada masyarakat bahwa kejadian-kejadian gempa seperti ini dapat terjadi di lokasi yang berbeda yang nantinya dapat dijadikan sebagai proyeksi bahwa masih banyak sesar di Indonesia belum terindentifikasi.
"Pertemuan ini pun juga diharapkan dapat menyadarkan kepada kita bahwa memprediksi gempa bumi secara tepat masih sulit dilakukan tetapi paling tidak kita dapat memitigasi kondisi ini sebagai tantangan bagi negara-negara serta menyadarkan korelasi tingkat kerugian dengan kehilangan ekonomi karena jika tidak terjadi kondisi cuaca dan iklim ekstrim, kejadian gempabumi dapat menyebabkan kerugian 40 T per tahun,"tambah Andi Eka Sakya.
Seminar yang dihadiri 100 Peserta dari berbagai instansi seperti BNPB, ITB, LIPI Badan Geologi, IABI dan BMKG dan di moderatori oleh Dr. fauzi dan Dr. masturyono, M. Sc ini menghadirkan beberapa narasumber, yaitu Dr. Danny Hilman Natawidjaja (LIPI); Dr. Irwan Meilano (LIPI) yang diwakili Rahma Hanifa (LIPI); Dr. Sri Hidayati (Badan Geologi), dan Ahmad Arif (Kompas). Sementara narasumber dari BMKG Dr. Daryono, Dr. Jaya Murjaya, dan Dr. Muzli.