Jakarta, (7/3). Pada tahun 2016/2017 masih teringat di benak kita bahwa di wilayah Indonesia sering terjadi bencana hidrometeorologi. Kejadian banjir, tanah longsor, angin kencang dan puting beliung sering menghiasi headline di beberapa media massa cetak, elektronik, dan online. Pada bulan Desember-Januari-Februari banjir dan tanah longsor memiliki angka frekuensi tertinggi hingga mencapai lebih dari 30%, kejadian tersebut paling sering terjadi dan memberikan dampak buruk di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Pada 19 Agustus 2016, BMKG telah merilis bahwa sebagian besar wilayah Indonesia (70%) diprediksi awal Musim Hujan 2016/2017 akan Maju atau lebih awal dari rata-ratanya. Hal analisis menunjukkan bahwa awal musim hujan 2016/2017 di sebagian besar wilayah Indonesia awal musim hujan maju sebesar 71%, sama dengan normalnya sebesar 18% dan hanya 11% yang Mundur dari normalnya.
Jika kita menengok ke belakang pada Februari 2017. Umumnya curah hujan pada Das III Februari 2017 berkisar antara 20 - 75 mm/das (kriteria rendah) terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia Tengah dan Timur, terutama Kaltim, Kaltara, Kalteng, Sulut, Jatim, Bali NTB, NTT, Maluku, Malut dan Papua. Sementara Curah hujan tinggi (>150 mm/das) terjadi di Sumatera, Banten, Jabar bag barat, DKI, Kalbar dan Papua bag Tengah. Hal ini diutarakan Deputi Bidang Klimatologi, Drs. R. Mulyono Rahadi Prabowo, M.Sc. di depan media massa saat jumpa pers Prakiraan Awal Musim kemarau Selasa Siang di Kantor BMKG.
"Untuk wilayah Jakarta sendiri pada Januari 2017, curah hujan dibawah rata-rata. Sementara pada Februari lebih tinggi dibandingkan rata-ratanya," tutur Prabowo.
Seperti yang kita ketahui, bahwa pada tahun 1998 terjadi la-nina kuat, 2015 terjadi el nino kuat, sementara pada tahun 2016 terjadi la nina pada skala lemah-sedang. Untuk tahun 2017 apakah terjadi el-nino atau la-nina? Pertanyaan ini sering muncul di beberapa media masssa. Menjawab pertanyaan ini, Prabowo menjelaskan bahwa berdasarkan monitoring hingga awal Maret 2017, kondisi SST (Sea Surface Temparature), kondisi ENSO, dan IOD hingga semester 1-2017 akan berada pada kondisi Netral, ada peluang El Nino Lemah pada periode JJA (Juni-Juli-Agustus) 2017. Sementara terkait prakiraan musim kemarau 2017, prabowo menuturkan awal musim kemarau 2017 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mulai pada bulan Mei-Juni-Juli 2017.
Di sebagian besar wilayah di Indonesia diprakirakan MUNDUR sebanyak 154 ZOM (39.9%) , SAMA sebanyak 124 ZOM (37.3 %) dan MAJU sebanyak 64 ZOM (22.8 %). Dengan Sifat Hujan Musim Kemarau 2017, diprakirakan bawah normal sebanyak 77 ZOM (23.6%), normal sebanyak 199 ZOM (58.2%) dan sisanya atas normal sebanyak 66 ZOM (18.2%).
Di akhir acara tadi siang, Prabowo menuturkan bahwa Potensi Hujan sedang - lebat masih berpeluang terjadi pada tanggal 8 - 12 Maret 2017 di Lampung, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,Sulawesi Selatan dan Papua.
Untuk wilayah Sumatera awal musim kemarau terjadi pada Mei-Juni; di wilayah Bali dan NTT terjadi pada Juni-Juli; sementara untuk wilayah Maluku dan Papua musim kemarau terjadi antara Mei-Agustus. Sedangkan, untuk wilayah Jawa Musim kemarau terjadi pada April di wilayah Jatim antara Mei-Juni terjadi pada wilayah Jateng-Jabar.
"Untuk Puncak Musim Kemarau 2017 diprakirakan dominan terjadi antara bulan Juli - September 2017, dengan persentase sebesar 85.6 %,"imbuh Prabowo di tengah-tengah penjelasannya tadi siang.
Prabowo menekankan dengan kondisi musim kemarau 2017 yang secara umum normal tetap harus diwaspadai beberapa potensi dan dampak, seperti untuk sumber daya air harus lebih dintentukan oleh pengoperasian waduk. Sementara untuk potensi kebencanaan hidrometeorologi seperti potensi ancaman karhutla di 8 provinsi tetap perlu diwaspadai. Pada periode musim kemarau yang normal masih ada ancaman potensi kekeringan di NTB dan NTT meskipun tidak separah pada tahun 2015.