Temanggung - BMKG mengadakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) tahap 3 di Kabupaten Temanggung yang diikuti oleh kelompok petani unggulan dari Kecamatan Kedu sejumlah 25 orang, Selasa (9/7). SLI sendiri merupakan langkah kongkret BMKG dalam memperkuat kapasitas sektor pertanian terhadap dampak perubahan iklim yang sedang dan akan terjadi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa sejak tahun 2011 pemerintah memandang perlu menyikapi tantangan iklim ekstrim terkait dengan ketahanan pangan nasional, sehingga diterbitkanlah Instruksi Presiden No 5/2011 tentang "Pengamanan produksi beras nasional dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim" yang melibatkan 36 Kementerian/Lembaga di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/Kota.
"Terkait hal tersebut BMKG bertugas memberikan informasi peringatan dini iklim ekstrim serta mendiseminasikannya ke instansi terkait, khususnya Kementerian Pertanian. Mandat tersebut diperkuat dengan pencanangan Nawacita juga menekankan pentingnya Kemandirian Negara dalam swasembada pangan oleh Presiden Joko Widodo." ungkap Dwikorita.
Lanjut Dwikorita, BMKG sejak tahun 2011 telah menyelenggarakan kegiatan SLI secara bertahap di provinsi sentra pangan Indonesia sebagai bentuk pendekatan literasi iklim guna mengurangi resiko iklim ekstrim.
Literasi tersebut kata Dia berupa pelatihan dalam bentuk konsep dan praktek/simulasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keaksaraan petani tentang isi informasi iklim dan pemanfaatannya di bidang pertanian.
Dalam kegiatan SLI tahap 3 ini, para kelompok tani dibimbing untuk menerapkan pola bercocok tanam berdasarkan saran dan rekomendasi penyuluh lapang pertanian. Ada dua varietas padi yang digunakan, yaitu Padi Situ Bagendit dan Ciliwung. Mereka juga dibekali info kondisi iklim yang sedang terjadi pada satu musim tanam dari tim BMKG. Evaluasi pun rutin dilakukan setiap 10 hari (1 dasarian) untuk memonitor kondisi tanaman dan pertumbuhan hama sesuai dengan data lapang iklim.
Dalam proses budidayanya, terdapat beberapa hama penyakit yang menyerang berupa belalang, walang sangit, blast, jamur, ulat daun, penggerek batang, wereng hijau, tikus dan burung emprit. Dari beberapa hama penyakit tersebut, hampir semua bisa teratasi sesuai arahan PPL dan POPT. Beberapa hama menggunakan perlakuan khusus dalam pengendaliannya. Hama Tikus dengan pemasangan Trap Barrier System (TBS) berupa mulsa plastik yang dilengkapi perangkap. Sementara hama burung emprit dengan menggunakan jaring. Kerusakan terbesar diakibatkan oleh hama burung yang menyebabkan kerusakan kehilangan bulir padi hampir 10%.
Dwikorita menjelaskan berdasarkan 3 (tiga) sampel ubinan yang telah dilaksanakan oleh BPS Kabupaten Temanggung, diperoleh hasil pertanian terendah sebesar 6.2 Ton/Ha dan tertinggi sebesar 7.8 Ton/Ha dengan rata-rata produktivitas adalah 6.8 Ton/Ha.
Mengingat beberapa serangan hama yang pernah terjadi, imbuh Dwikorita apabila dibandingkan dengan Tahun 2018, hasil produktivitas Sekolah Lapang Iklim BMKG masih lebih tinggi dari rata-rata Kabupaten sebesar 6.2 Ton/Ha dengan kenaikan produksi 9.7% dan rata-rata Kecamatan sebesar 6.1 Ton/Ha dengan kenaikan produksi 11.5%.
Dwikorita menuturkan Dari beberapa kegiatan SLI Tahap 3 secara nasional menunjukkan peningkatan produktivitas pertanian hingga 30% dibandingkan rata-ratanya. Hal ini menunjukkan adanya manfaat dari kegiatan SLI terhadap aktivitas kelompok tani, dan pertanian nasional secara umum.
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat