SIARAN PERS
Bali (23 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati kembali menyerukan pentingnya "peringatan dini untuk semua" guna melindungi masyarakat terhadap meningkatnya frekuensi kejadian bencana alam. Menurutnya, hal tersebut sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan mengurangi kerentanan terhadap bencana alam.
"Harus diakui bahwa early warning system atau peringatan dini saat ini masih banyak ketimpangan bahkan injustice atau ketidakadilan, di mana tidak semua mendapatkan akses yang equal terhadap early warning for all tersebut," ungkap Dwikorita saat menjadi Key Speaker pada diskusi high-level panel dalam rangkaian 10th World Water Forum (WWF) di Bali, kemarin.
Dwikorita mencontohkan ketidakberdayaan Indonesia saat menghadapi gempa disertai tsunami yang menyapu Aceh tahun 2004 silam. Ketika itu, Indonesia tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami sehingga jumlah korban yang berjatuhan sangat banyak. Namun demikian, kata dia, bencana dahsyat tersebut menjadi titik balik bagi Indonesia dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang lebih canggih dan efektif. Tidak hanya mengejar kecepatan, namun juga ketepatan dan akurasi.
"Sejak saat itu, BMKG secara berkelanjutan terus melakukan berbagai langkah mitigasi dan inovasi sistem peringatan dini atau Early Warning System EWS) yang dirancang untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat," ujarnya.
Dwikorita mengungkapkan, sistem peringatan dini dan tindakan dini merupakan alat penting untuk mengurangi risiko bencana dan mendukung adaptasi iklim. Sistem peringatan dini sendiri, lanjut dia, berisi data dan informasi seputar iklim dan kondisi atmosfer serta rencana tanggapan untuk meminimalkan dampak bencana iklim. Sayangnya, banyak penduduk dunia yang belum memiliki akses ke sistem peringatan dini tersebut sehingga sangat rentan menjadi korban.
Oleh karena itu, lanjut dia, sistem Peringatan Dini Lokal ataupun tradisional yang sudah ada di komunitas masyarakat harus tetap terus diterapkan bahkan diperkuat dengan diintegrasikan ke Sistem Peringatan Dini yang dibangun secara lebih moderen di tingkat Nasional. Selain itu, pelibatan partisipasi masyarakat yang disertai dengan program edukasi dan literasi, juga harus secara berkelanjutan dibangun dan dilakukan, untuk menjamin efektivitas keberhasilan Peringatan Dini yang diikuti dengan Aksi Dini secara cepat, tepat dan selamat.
"Bumi dan seluruh penduduknya menghadapi bahaya dari dampak besar perubahan iklim. Frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem terus meningkat di seluruh penjuru Bumi sehingga sistem peringatan dini untuk semua ini menjadi sebuah kebutuhan mendesak dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang terus menerus," terangnya.
Dwikorita juga menegaskan, keberhasilan sebuah sistem peringatan dini dapat terwujud, jika sistem peringatan dini tersebut dapat diakses banyak populasi. Selain itu, kesenjangan antara pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam bertindak merespons cepat dan tepat terhadap peringatan tersebut semakin kecil. Karenanya, dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai keselamatan dan peringatan dini bencana sejak dini.
Selain itu, dalam kesempatan tersebut Dwikorita juga menekankan bahwa keberhasilan peringatan dini tidak hanya bergantung pada teknologi yang digunakan, tetapi juga pada keberlanjutan (continuity) dari para pemangku kebijakan dalam menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah dirancang.
"Teknologi hanyalah alat, namun komitmen dan keberlanjutan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk terus menjalankan dan memelihara SOP peringatan dini adalah kunci utama. Harapannya, keberadaan Early Warning System For All akan semakin efektif dalam menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian akibat bencana di masa mendatang," pungkasnya. (***)