
Kembali ke Berita
Kunjungan SMA Inklusi School of Human ke BMKG
17 December 2024
Tri Wahyuningsih
Berita

Jakarta, 17 Desember 2024 – Dalam rangka kunjungan edukatif dan observasi ragam profesi, sebanyak 50 siswa dan guru dari SMA Inklusi School of Human laksanakan field trip ke Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Pada kunjungan lapangan kali ini, para siswa diajak mengunjungi beberapa tempat di BMKG, salah satunya simulator gempabumi. Dengan didampingi oleh tim teknis dari Direktorat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu, para siswa diajak untuk mencoba simulator gempabumi. Suasana riuh memenuhi ruangan ketika mereka menjajal simulator gempabumi yang disimulasikan dengan jarak dekat dari pusat gempa.
Lokasi lain yang didatangi para siswa yaitu Ruang Operasional Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Di sini para siswa dijelaskan mengenai alur kerja sistem peringatan dini gempabumi dan tsunami yang dimiliki BMKG oleh Firzy, Tim Direktorat Pusat Gempabumi dan Tsunami.
Para siswa terlihat antusias mendengarkan saat narasumber memberikan penjelasan, bahkan beberapa diantaranya mengajukan pertanyaan, seperti mengapa di Indonesia terdapat banyak gunung berapi. “Gunung berapi terbentuk dari pertemuan lempeng, salah satunya. Pada saat penunjaman lempeng Indo-Australia ke Eurasia, akan ada daratan yang timbul akibat dari penunjaman” jelas Firzy.
Setelah berkeliling BMKG, para siswa dikumpulkan di ruang Media Center. Mereka mendapatkan penjelasan mengenai gempabumi, tsunami, cuaca, dan ruang operasional Meteorological Early Warning System (MEWS). Bahkan dijelaskan pula tentang profesi apa saja yang bisa digeluti jika berkesempatan bergabung menjadi pegawai di BMKG.
Narasumber dari Direktorat Pusat Gempabumi dan Tsunami, Afra Kansa Maimuna menjelaskan bahwa gempa tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. “Sebagai salah satu upaya mitigasi, kita melakukan simulasi gempa. Simulasi gempa dilakukan agar masyarakat memahami apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan pada saat gempa terjadi” jelas Arfa.
Sementara itu, tim Direktorat Meteorologi Publik, Fahim, memaparkan bahwa memperkirakan cuaca di Indonesia lebih sulit dibandingkan negara-negara lain, karena Indonesia merupakan negara kepulauan. “Dinamika cuaca membutuhkan uap air. Uap air di Indonesia mayoritas berasal dari lautan, sedangkan Indonesia memiliki berbagai macam lautan yang menyebabkan melimpahnya sumber uap air dan mempengaruhi cuaca di daerah sekitarnya” ujar Fahim.
Upaya edukasi dan mitigasi kebencanaan perlu terus ditingkatkan. Diharapkan, kegiatan kunjungan ini mampu mengedukasi dan memperluas cakrawala siswa akan berbagai potensi alam di Indonesia dan langkah-langkah memitigasinya.