
Kembali ke Berita Daerah
Stasiun Klimatologi NTT Gandeng Yayasan CIRMA, Berdayakan Petani Kecil di Timor Barat Melalui Sekolah Lapang Iklim
20 March 2025
Kholis Nur Cahyo
Berita Daerah

Kota Kupang, 13 Maret 2025 – Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Timur melakukan penandatanganan kerjasama dengan Yayasan CIRMA (Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri) di mata air Oel Neneno, Kelurahan Belo, Kota Kupang. Kegiatan ini dibuka secara resmi dengan aksi penanaman pohon yang diikuti oleh penduduk di sekitar pada 2 lokasi konservasi mata air Oel Neneno dan Oel Nepaut. Simbolis tersebut dilakukan sebagai bentuk keseriusan dalam berkomitmen menjaga ketersediaan sumber mata air untuk keberlangsungan produktivitas pertanian.
Menyadari dampak negatif pemanasan global yang kian dirasakan secara signifikan di berbagai penjuru, BMKG dan CIRMA berkomitmen untuk memperkuat ketahanan iklim melalui petani kecil di Timor Barat. Komitmen ini diambil sebagai upaya mendukung pertanian berkelanjutan serta melaksanakan penghijauan atau konservasi lingkungan sebagai strategi untuk mengurangi krisis air dan degradasi tanah yang juga menjadi tantangan besar ketahanan pangan.
Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Jhon D. Mangu, Direktur Yayasan CIRMA. Dalam sambutannya, Jhon menyampaikan bahwa kelompok miskin cenderung lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim.
“Di NTT, angka kemiskinan tercatat mencapai 19,4%, maka harapannya 6.000 petani yang berada dalam persentase tersebut dapat kita berdayakan untuk mencapai kehidupan yang makmur melalui program Sekolah Lapang Iklim,” jelasnya.
Jhon juga menyoroti dampak perubahan iklim, seperti berkurangnya frekuensi hujan yang mempengaruhi sumber mata air, dan menekankan pentingnya penanaman pohon sebagai langkah kecil yang dapat memberikan dampak besar pada penambahan sumber daya mata air.
Pada kesempatan yang sama, Rahmattulloh Adji, Kepala Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Timur, menjelaskan bahwa perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrem serta cuaca ekstrem, seperti curah hujan tinggi dan kekeringan yang berkepanjangan. Fenomena ini berdampak signifikan terhadap berbagai sektor, termasuk pertanian, sumber daya air, kesehatan, dan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang lebih serius untuk mengurangi risiko dan dampak yang ditimbulkan, termasuk penyebarluasan sistem peringatan dini serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Denny Patty, selaku sekretaris lurah yang mewakili Kepala Lurah Belo, juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam mengedukasi masyarakat tentang perubahan iklim. Dalam sambutannya, kegiatan ini sejalan dengan visi dan misi Pemerintahan Wali Kota Kupang terhadap lingkungan.
“Kita patut mengapresiasi tindakan aksi kecil yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif sebagai wujud keseriusan menjaga lingkungan untuk masa depan generasi cucu”, imbuhnya.
Pengesahan perjanjian kerjasama antara BMKG melalui Stasiun Klimatologi NTT dan CIRMA menegaskan komitmen kedua belah pihak untuk terus memperkuat kapasitas para petani yang tersebar di Timor Barat. Kerja sama ini bertujuan untuk mempersiapkan petani dalam menghadapi perubahan iklim, serta mengoptimalkan hasil panen dan mendukung keberlanjutan upaya konservasi lingkungan.
Sebagai tindak lanjut dari komitmen yang telah disepakati, kegiatan Sekolah Lapangan Iklim Tematik bertema “Climate Field School for Climate Justice” dilaksanakan di Desa Camplong II Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang yang diikuti oleh masyarakat kelompok tani di Desa Camplong II dan dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Kupang, Aurum Obe Titu Eki, Kamis, 20 Maret 2025.
Dalam sambutannya, Aurum mengungkapkan bahwa kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) adalah wadah yang tepat untuk bersinergi antara Pemerintah Daerah, BMKG, Kementerian Pertanian, Lembaga Swasta dan masyarakat untuk bekerja sama mencari solusi dan menerapkan strategi efektif guna mengurangi dampak risiko perubahan iklim, serta membantu petani menjadi lebih adaptif dalam kegiatan bertaninya.
“Inisiatif kolaborasi ini akan terus kami pantau perkembangannya pasca kegiatan agar kerjasama tetap berlanjut yang dapat menjangkau masyarakat di berbagai daerah yang terdampak perubahan iklim,” ungkap Aurum.
Aurum juga menegaskan bahwa teknologi dan pengetahuan adalah dua kunci utama keberhasilan yang perlu disesuaikan bagi para petani di era perubahan iklim yang semakin masif terasa dalam mengantisipasi potensi kerugian dan mengoptimalkan potensi keuntungan.
“Saya tahu betul bahwa orang tua kita lebih paham tentang kearifan lokal yang dipunya sebagai tradisi dalam memulai kegiatan tanam, namun perubahan iklim hadir melalui proses panjang yang sama halnya dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan yang berkembang seiring waktu. Untuk itu kita harus menyesuaikan diri memanfaatkan teknologi beserta ilmu pengetahuan yang ada agar tetap produktif di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata. Karena ini juga merupakan program provinsi NTT yang sejalan dengan program ketahanan pangan nasional,” tutupnya.
Melalui kegiatan SLI ini, peserta pelatihan diberikan pengetahuan yang bermanfaat untuk menentukan waktu yang tepat dalam menanam dan panen, memilih bibit yang sesuai dengan musim tanam dan kondisi iklim pada masa tanam, serta memahami ancaman hama dan penyakit tanaman yang disebabkan oleh perubahan iklim. Mereka juga diajarkan cara mengantisipasi dan merespons kondisi iklim yang terus berubah. Secara praktis, petani di Desa Camplong II diharapkan dapat memanfaatkan informasi iklim dari BMKG sebagai alternatif perhitungan musim tanam berbasis kearifan lokal untuk hasil pertanian yang lebih optimal.
Adapun Materi yang diberikan dalam SLI Tematik antara lain Pemahaman tentang cuaca dan iklim; Perubahan iklim dan upaya adaptasi di sektor pertanian; Kearifan lokal dan pemanfaatan informasi produk BMKG; Pengenalan organisme pengganggu tanaman; dan Strategi adaptasi terhadap variabilitas iklim untuk meningkatkan hasil pertanian melalui Rencana Aksi.
Kegiatan SLI atau Climate Field School (CFS) ini di hadiri Direktur CIRMA, Jhon D Mangu, Kepala Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Timur, Rahmattulloh Adji, Balai Penyuluhan Pertanian Kupang Thomas Weu.
Kegiatan Sekolah Lapang Iklim ini menjadi bukti konkret upaya BMKG dalam mendorong literasi cuaca dan iklim di kalangan petani, serta memberikan peluang bagi mereka untuk meningkatkan hasil panen melalui pemahaman yang lebih baik tentang cuaca dan iklim. Diharapkan, hasil dari kegiatan ini dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi petani dan sektor pertanian dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.