Asosiasi Guru Singapura Belajar Sistem Monitoring Bencana di BMKG

  • Miftah Fauziah
  • 12 Sep 2023
Asosiasi Guru Singapura Belajar Sistem Monitoring Bencana di BMKG

Jakarta - Asosiasi guru dari National Institute of Education (NIE) Singapura mengunjungi BMKG pada Selasa pagi (12/09/23). Asosiasi guru tersebut terdiri dari guru-guru yang mengajar di jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Kunjungan ini merupakan salah satu program Management and Leadership in Schools yang diselenggarakan dan disponsori oleh NIE, Singapura.

Tujuan diadakannya kunjungan ini adalah untuk meningkatkan wawasan para guru dalam bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Harapannya, para guru dapat meneruskan informasi yang didapat di BMKG dan mengedukasi murid-murid mereka di Singapura.

"Kami tertarik belajar tentang cuaca, iklim, dan gempa bumi di BMKG karena Indonesia banyak diberitakan media massa tentang kondisi wilayahnya yang rawan bencana", ujar Tay Chye Huat, salah seorang guru.

Acara diawali dengan penyampaian materi di Ruang Media Centre oleh Siskaria dari Pusat Meteorologi Publik dan Gloria Simangunsong dari Pusat Gempabumi dan Tsunami. Materi yang dipresentasikan oleh kedua pembicara mencakup informasi produk pelayanan serta program unggulan BMKG di bidang cuaca serta gempabumi. Usai kedua narasumber menyampaikan materinya, para guru diberi kesempatan bertanya dan berdiskusi.

Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan mengunjungi Simulator Gempa Bumi. Di sini, para guru diberi kesempatan untuk merasakan sensasi guncangan dari dua kondisi gempa yang pernah terjadi di Lombok, NTB. Mereka juga diajarkan cara mitigasi serta evakuasi mandiri ketika terjadi gempabumi.

Kunjungan dilanjutkan ke ruang operasional Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang dibimbing oleh Said Kristyawan. Para guru terlihat berpencar ke beberapa narasumber untuk memperoleh penjelasan mendalam terkait sistem kerja di InaTEWS. Masing-masing dari mereka tampak menginginkan informasi yang lebih spesifik terkait sistem monitoring gempa dan tsunami di BMKG.

Selanjutnya para guru diajak mengunjungi ruang operasional Climatology Early Warning System (CEWS) yang dipandu oleh Siswanto. Ia menjelaskan sistem monitoring iklim BMKG, produk iklim yang dihasilkan BMKG, hingga program unggulan BMKG di bidang iklim.

"BMKG juga memiliki produk informasi iklim yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu peringatan dini demam berdarah. Jadi informasi BMKG sudah lebih aplikatif, tidak hanyak prediksi semata", terang Siswanto.

Kegiatan diakhiri dengan foto bersama di depan gedung A dan pemberian cinderamata spesial dari BMKG. Kunjungan ini diharapkan dapat mengenalkan BMKG lebih dalam kepada para guru yang nantinya akan mengajarkannya lagi kepada murid-muridnya di Singapura.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024