Belajar dari Gempa Turki, BMKG Menyiapkan Langkah Mitigasi untuk Indonesia

  • Kholis Nur Cahyo
  • 24 Feb 2023
Belajar dari Gempa Turki, BMKG Menyiapkan Langkah Mitigasi untuk Indonesia

Jakarta (23 Februari 2023) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan topik "Lesson Learned from Turkey Earthquake for Mitigation Preparedness of the Next Potential Destructive Earthquake in Indonesia". Acara tersebut dihadiri oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, kalangan akademisi dan Lembaga peneliti diantaranya USGS, Japan Meteorological Agency (JMA) dan Japan International Coorperation Agency (JICA). Adapun narasumber FGD tersebut adalah dari Universitas Hokaido Jepang, USGS, Universitas Stanford, ITB, BRIN dan BMKG.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa gempa dahsyat di Turki dan Suriah dengan magnitudo 7.8, 6.7, 7.5, serta 6.8 baru-baru ini memberikan peringatan bagi Indonesia. Menurut BMKG, Indonesia memiliki potensi gempa dahsyat yang sama dengan Turki.

Secara geologis Turki cukup rumit sehingga mendorong terjadinya berbagai peristiwa gempa bumi. Kerjasama untuk kolaborasi penelitian, pemahaman, dan penerapan hasil peningkatan pengetahuan diperlukan untuk menghindari dampak bencana gempa tersebut.

"Gempa Turki menjadi pengingat bagi kita yang ada di Indonesia, yang juga merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa yang dipicu sesar aktif terlebih gempa yang bersifat merusak akibat pusat gempa berada di permukaan yang dangkal," jelas Dwikorita

Kajian yang komprehensif mengenai zona sesar geser di Indonesia meliputi Sesar Besar Sumatera, Sesar Palu Koro, Sesar Matano, Sesar Cimandiri, Sesar Opak, Sesar Gorontalo, Sesar Tarera Aiduna, Sesar Yapen, dan lainnya diperlukan untuk khususnya sesar Gorontalo dan Opak yang terletak di daerah padat penduduk dan memperlukan perhatian lebih karena potensi gempa yang signifikan.

Menurut Dwikorita yang menjadi penyebab umum keruntuhan bangunan akibat gempa bumi yaitu desain bangunan yang tidak konsisten, material dan kualitas yang kurang baik, perawatan yang tidak memadai, permintaan seismik terkadang terlalu tinggi karena beberapa faktor tertentu (ketidakteraturan struktural, massa yang tidak perlu), dan lain-lain.

Pembaruan berkala peta bahaya seismik memberikan dasar teknis bagi ketentuan desain seismik dalam kode bangunan. Salah satu upaya untuk mitigasi bahaya secara cepat dapat dilakukan dengan memahami potensi bahaya gempa bumi dan risikonya sehingga tidak ada korban jiwa meskipun daerah tersebut memiliki jarak tempuh tertentu.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024