Kuliah umum Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup 'Lingkungan Selalu Terimbas'

  • Dwi Rini
  • 21 Mar 2017
Kuliah umum Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup 'Lingkungan Selalu Terimbas'

Jakarta (21/3). Tiap tahun, laju pembangunan di tingkat global dan nasional semakin meningkat, kondisi ini menimbulkan adanya pergeseran pola cuaca dan iklim, perubahan tata guna lahan serta peningkatan produksi gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global serta perubahan struktur bumi.

Kita mengetahui bahwa Indonesia merupakan wilayah supermarket bencana yang memiliki tingkat rentan resiko bencana yang tinggi , maka dari itu kita harus proaktif, dalam arti peringatan dini yang kita berikan tidak saja terkait informasi akan hujan turun tetapi dampak dari potensi hujan sehingga kita mampu merespon yang tepat terhadap potensi bencana yang terjadi. Dari sinilah, diharapkan kita dapat hijrah dari hanya sekedar mengetahui berubah menjadi budaya hidup, seperti yang diutarakan Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng saat memberikan penjelasan di depan media massa di kegiatan Kuliah Umum Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup, Selasa pagi

"Kita perlu memiliki pemahaman terhadap bencana dan menjadikan bagian dari budaya hidup kita sehingga kita dapat harmoni dengan potensi bencana,"ujar Kepala BMKG.

Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng mengutarakan terkait pengurangan resiko bencana perlu ada perbaikkan dari tingkat hulu dan hilir. Ditingkat Hulu yang perlu diperhatikan adalah Sistem Peringatan Dini termasuk pembangunan infrastruktur. Sementara di tingkat hilir perlu diperhartikan AMDAL(Analisa Dampak Lingkungan) yang harus diterapkan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mengendalikan pembangunan.

Berdasarkan data Kompas 20 Januari 2017 bahwa lingkungan kita telah memperlihatkan perkembangan pemanasan global yatu: Organisasi Meteorologi Dunia mencatat bahwa tahun 2016 sebagai tahun terpanas; suhu global mengalami peningkatan 0.83 derajad celcius; kosentrasi CO2 mencapai 144% lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum revolusi industri; dan memicu cuaca ekstrim berakibat Reef Bleaching.

Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini terjadi beberapa curah hujan yang tinggi, menurut Prof. Sudharto P Hadi, Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro bahwa kondisi ini merupakan akibat dari perubahan iklim sehingga mengakibatkan bencana banjir di beberapa wilayah, seperti di Tambaklorok dan Tembalang Semarang yang mencapai 2,5 m, kita tahu bahwa di wilayah tersebut sangat jarang terjadi banjir.

Saat ini yang menjadi perhatian kita adalah tata ruang yang telah ahli fungsi dan saat ini yang menjadi isu bahwa tata ruang tidak disertai dengan UU 26 tahun 2007 bahwa ruang harus didukung dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan banjir di beberapa wilayah. Bahkan, masih banyak yang masih dibawah ketentuan UU 26 tahun 2007 yaitu 20 % Ruang Terbuka Hijau Publik dan 10 % Ruang Terbuka Privat.

Menurut Sudharto bahwa sudah cukup terkait adaptasi terhadap kondisi iklim dan cuaca tetapi yang perlu ditingkatkan adalah mitigasi, khususnya di kalangan pengambil keputusan yang masih belum melakukan langkah proaktif karena langkah ini tidak hanya pada saat bencana terjadi tetapi memikirkan kedepannya, misalanya bencana banjir kita harus memikikan sumber dari banjir tersebut. " Sumber utama itu harus ditanggulangi, dengan cara premapping dan revisitator ruang,"ujar Sudharto

Di hulu, BMKG dinilai cukup proaktif dalam memberikan informasi dalam penanggulangan bencana terkait prediksi curah hujan dan cuaca.

Terkait Waduk DAS sangat diperlukan, tetapi tidak hanya sebatas itu, tetapi perlu dibarengi pendekatan sosial dan kelembagaan. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak sekali waduk pengendalian banjir di DAS yang umur teknisnya selalu rendah dari harapan kita, seperti Waduk Gajah Mungkur, kondisi ini dikarenakan oleh tingkat sedimentasi yang tinggi akibat pola tanam dan perubahan ahli fungsi lahan

Menurutnya, Pendekatan kelembagaan diperlukan pada ahli fungsi lahan, setiap instansi harus memiliki persepsi yang sama bahwa waduk pengendali banjir di DAS harus memiliki umur teknis 100 tahun sehingga perlu dijaga, sementara terkait pola tanam merupakan pendekatan sosial yang selama ini kurang karena masih dilakukan pendekatan teknis. .

Sementara terkait AMDAL, Sudharto menyoroti bahwa kualitas AMDAL yang buruk akan mengakibatkan atau memicu buruknya kerusakan lingkungan. Penyusunan AMDAL menurutnya tidak memahami apakah menjadi pembagunan berkelanjutan , sementara masih tidak cermatnya tim penilai AMDAL itu sendiri.

Sudharto pun menambahkan bahwa bencana lingkungan merupakan akibat perubahan iklim dan pola pembangunan yang tidak berkelanjutan sehingga perlu dibutuhkan revolusi mental, yaitu sikap reaktif menjadi proaktif, serta ekonomi menjadi ekonomi, sosial dan ekolog.

Gempabumi Terkini

  • 18 April 2024, 13:03:40 WIB
  • 3.9
  • 18 km
  • 0.69 LS - 133.53 BT
  • Pusat gempa berada di darat 54 km timur laut Kebar, Manokwari
  • Dirasakan (Skala MMI): II-III Kebar
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di darat 54 km timur laut Kebar, Manokwari
  • Dirasakan (Skala MMI): II-III Kebar
  • Selengkapnya →

Siaran Pers